Hari
ini adalah perayaan hari jadiku yang ke 24. Jadi sebagai inspirasi hidup buat
diri saya pribadi dan juga sebagai
upacan terimakasih kepada teman-temanku, maka saya sengaja menuliskan (memposting)
sebuah kisah dari seorang pahlawan kita yang juga tepat lahir pada tanggal 19
Juni. Sosok ini terkenal dengan wataknya yang selalu berseberangan dengan
Partai Komunis Indonesia (PKI). Yach,tak lain dan tak bukan ia adalah Jenderal
Achmad Yani.
Ketika
menjabat menteri/Panglima Angkatan darat (Men/Pangad), ia sangat menolak
keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiiri dari buruh dan
tani. Karenanya, dengan fitnah bahwa sejumlah TNI AD telah bekerja sama dengan
sebuah Negara asing untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI lewat Gerakan 30
September (G 30/S) menjadikan dirinya salah satu target yang akan diculik dan
dibunuh di antara 7 perwira TNI AD lainnya.
Peristiwa
yang terjadi pada tanggal 1 oktober 1965 dinihari itu akhirnya meneswaskan enam
dari tujuh Perwira Tinggi Angakatan Darat yang sebelumnya direncanakan PKI.
Lubang buaya, lokasi dimana sumur tempat menyembunyikan jenazah para Pahlawan
Revolusi itu berada menjadi saksi bisu atas kekejaman komunis tersebut.
Jenderal
yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno itu, merupakan salah satu tangan
kanan dan keprcayaan Sang Proklamator. Ia sangat cinta dan setia terhadap Bung
Karno. Karena kecintaan dan kesetiannya, ia bahkan pernah mengatakan, “Siapa
yang berani menginjak bayang-bayang Bung Karno, harus terlebih dahulu
melangkahi mayat saya”. Bahkan ada isu terdengar bahwa Jend.Achmad Yani telah
dipersiapkan oleh Bung Karno sebagai calon penggantinya sebagai Presiden. Namun
begitu, Achmad Yani tetap tidak setuju dengan konsep NASAKOM dari Soekarno. Isu
dan prinsipnya itu akhirnya membuat PKI semakin benci terhadap dirinya.
Achmad
Yani yang lahir di Jenan, 19 Juni 1922 ini adalah anak dari Sarjo bin Suharyo
(Ayah) dan Murtini (Ibu). Pendidikan formal diawalinya di HIS (sederajat SD)
Bogor, yang diselesaikannya pada tahun 1935. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya
ke MULO (sederajat SMP) kelas B, Bogor. Dari sana ia tamat pada tahun 1938,
selanjutnya ia masuk ke AMS (sederajat SMA) bagian B, Jakarta. Sekolah ini
dijalaninya hanya sampai kelas 2, sehubungan dengan adanya milisi yang
diumumkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Ia
kemudian mengikuti pendidikan militer pada dinas Topografi Militer di Malang
dan secara lebih intensif lagi di lanjutkan di Bogor. Dari sana ia mengawal
karir militernya dengan pangkat Sersan. Kemudia setelah tahun 1942 yakni
setelah pendudukan jepang di Indonesia, ia juga mengikuti pendidikan Heiho di
Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Berbagai
prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan, antara lain berhasil
melucuti senjata Jepang di Magelang. Setelah tentara keamanan rakyat (TKR)
terbentuk, dirinya diangkat menjadi komandan TKR Purwokerto. Selanjutnya karir
militernya semakin cepat menanjak.
Prestasi
lain diraihnya ketika agresi militer pertama belanda terjadi. Pasukannya beroperasi
di daerah Pingit berhasil menahan serangan belanda di daerah tersebut. Maka
saat agresi militer kedua belanda terjadi, ia dipercayakan memegang jabatan
sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan kedu.
Setelah
Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk menghancurkan
DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang mengacau di daerah Jawa
tengah. Ketika itu dibentuklah pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan
khusus. Alhasil, pasukan DI/TII pun berhasil ditumpasnya.
Seusai
penumpasan DI/TII tersebut, ia ditarik ke Staf Angkatan darat. Pada tahun 1955,
ia disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort leaven Worth,
Kansas, AS selama 9 bulan. Dan pada tahun 1956, ia juga mengikuti pendidikan
selama 2 bulan pada special Warfare Course di Inggris.
Pada
tahun 1958 saat pemberontakan PRRI terjadi di Sumatera barat, Achmad Yani yang
masih berpangkat Kolonel diangkat menjadi Komandan Operasi 17 Agustus, untuk
memimpin penumpasan pemberontakan PRRI tersebut. Ia juga berhasil menumpas
pemberontakan tersebut. Sejak itu anamanya pun semakin cemerlang. Hingga pada
tahun 1962, ia yang waktu itu berpangkat Letnan Jendral diangkat menjadi
Men/Pangad menggantikan Jendral A.H Nasution yang naik jabatan mnejadi Menteri
Koordinator Pertahanan keamanan?kepala staf Angakatan Bersenjata (Menko
Hankam/Kasab).
Saat
menjabat Men/Pangad itulah terjadi kejadian naas. Jenderal yang terkenal sangat
anti pada ajaran komunis itu pada tanggal 1 oktober 1965 pukul 4:35 WIB, dikala
subuh, diculik dan ditembak oleh PKI di depan kamar tidurnya hingga gugur.
Dalam pencarian yang dipimpin oleh Soeharto yang ketika itu masih sebagai
Pangkostrad, jenasahnya ditemukan di lubang buaya terkubur di salah satu sumur
tua bersama enam jenasah lainnya. Jenasah Achmad Yani dimakamkan di Taman Makam
pahlawan,ia gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkatnya yang sebelumnya Letnan
jenderal dinaikkan satu tingkat sebagai penghargaan menjadi Jenderal.
Dia
gugur karena mempertahankan kesucian dasar dan falsafah negara, pancasila yang
coba hendak diselewengkan komunis. Untuk menghormati jasa para pahlawan
tersebut, maka di lubang buaya, dekat sumur tua tempat jenasah ditemukan,
dibangun tugu dengan latar belakang patung ke tujuh pahlawan revolusi yakni 6
perwira tinggi.
Peristiwa
1 Oktober 1965 tersebut kemudian telah melahirkan suatu orde dalam sejarah
pasca kemerdekaan republik ini. Orde yang kemudian lebih dikenal dengan Orde
Baru itu menetapkan tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian
Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Penetapan itu didasari oleh
peristiwa yang terjadi pada hari dan bulan itu, dimana telah terjadi suatu
usaha perongrongan Pancasila, namun berhasil digagalkan.
Belakangan
setelah orde baru jatuh dan digantikan oleh orde yang disebut Orde Reformasi,
peringatan hari Kesaktian Pancasila ini sepertinya mulai dilupakan. Terbukti
tanggal 1 Oktober tersebut tidak lagi ditetapkan sebagai hari libur nasional
sebagaimana sebelumnya.
Dalam
pidato Bung Karno yang dikenal dengan "Jasmerah", Bapak Bangsa itu
menyebut agar jangan sekali-kali melupakan sejarah. Lebih tegas disebutkan,
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat dan menghargai sejarahnya.
Hendaknya begitulah yang terdapat pada bangsa ini, khususnya pada para
pemimpinnya.
Baca pula:
sejarah....sesuatu yang membuat kita sekarang ada dan berdiri pada fondasi yang telah di bangunnya...namun, sekarang ia mulai terlupakan...salam kenal kawan...
BalasHapusHappy Birthday yah... Jadi Semoga mimpi-mimpi da harapannya dimasa yang akan datang segera terwujud... Amin
BalasHapusMantabs nih tulisannya soal Sejarah! Kita harus lebih menghargai sejarah apalagi orang2 yg berjuang dulu. Sedih kalo liat Veteran hidupnya msh susah, harus berjuang keras buat Makan. sedangkan Kita malah enak2kan sekarang dari hasil Perjuangan mereka dulu.
BalasHapusFollow back ya..