Minggu, 01 Agustus 2010

Ayam atau Bebek

Akal rasio membuka dan menuntun mataku tuk melihat keindahan alam materi yang terbatas ini, namun dapat membatasi sebagian pandangan manusia akan sebuah keindahan yang hakiki. sebuah metamorphosis kesempurnaan yang menjelma menjadi sebuah keterbatasan-keterbatasan yang entah datang dari mana. cerah hari cerminan sebuah malakah yang menyimbolkan pengetahuan akan kausa nan dharuri. alangkah bersyukur diriku saat ini, yang masih bisa terbangun dari inception Tuhan sang pemilik Alam Ide. kesyukuran itu, hanya pantas tertuju kepadanya tapi semua tak sekedar hanya dibibir saja. semuanya mesti terbukti lewat ketundukan dan penghambaan akan diriNya. tak pernah habis air mata ini menetas lewat pendekatanku denganNya. Air mata yang menundukkan ego keakuanku, yang meruntuhkan segala ketakutan-ketakutan akan sesuatu yang lain selain diriNya.
Pagi ini saya mendapat cobaan yang datang dari sang kekasih. awal hari yang bisa dikata tak begitu baik. senyum bahagia yang tadinya tersirat dibibirku kini hilang begitu saja hanya karena kesalapahaman dari sebuah masalah yang sepele. Tapi dengan duduk sejenak, akupun teringat sebuah pesan Ajahn Brahm dalam bukunya. Dalam sebuah cerita ia menggambarkan akan pentingnya sebuah keharmonisan dan kebersamaan. Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan kembali kisah itu, mungkin dapat memberikan pesan positif buat kita.
“Di suatu masa, sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas yang indah. seusai makan malam, mereka sedang menikmati kebersamaan dan mengagetkan sesaat mereka mendengar suara di kejauhan,
“Kuek, Kuek.!!”
“Dengar,…itu pasti suara ayam.”, sahut sang istri.
“Buukan, itu sih suara bebek.” kata suaminya.
“Tidak, aku itu pasti ayam.” sang istri bersikeras.
“Mustahil…suara ayam tuh “kukuruyuuuuk”bukan “Kuek..kuek”,
itu sih suara bebek, Sayang”. kata sang suami yang berusaha membela diri dan tak mau kalah dari si istri.
lalu terdengar lagi, “Kuek, Kuek.!!”
“Nah, tuh. itu suara bebek,” kata si suami.
“Bukan, sayang. itu ayam!!!
“Aku yakin betul itu suara ayam”,tandas si istri, sembari menghentakkan kaki.
“Dengar ya…, itu suara be…bek,BE…BEK!!!ngerti?!
kata sang suami yang sudah gusar.
“tapi itu ayam sayang!”, masih saja si istri bersikeras.
“kamu ini…itu jelas-jelas bebek kok…!!!
“Tapi itu ayam…” kata si istri yang sudah hamper menangis.
Sang suami yang melihat air mata yang mengambang di mata sang istri, teringat akan sebab mengapa ia menikahi seorang perempuan yang cantik itu. wajahnya pun melembut dan dengan mesra ia berkata, “Maafkan aku sayang, kamu memang benar,ku rasa itu memang suara ayam.”
“Terimakasih, Sayang,” kata si istri sambil memeluk dan mencium suaminya.

Semoga kita dapat memahami maksud dari cerita tersebut, karena dengan begitu kita pun akan mengetahui akan pentingnya sebuah kebersamaan, ketimbang berkutat dengan masalah-masalah kecil yang tak ubahnya hanya akan menghancurkan sebuah kebersamaan yang telah kita jalin. terlebih terhadap sebuah ikatan pernikahan yang suci dan kokoh dengan pondasi Cinta yang telah tertanam sangat dalam di lupuk hati sang pencinta.

Baca pula:
Hijrah
Jalan Cinta
Paripurna Cinta
Bimbang
Naga Persepsi
Keindahan Trinitas Cinta
Berandal Masuk Surga

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentarnya dong...