Minggu, 23 Oktober 2011

Bimbang

Ada yang berbeda dalam rasa ini. sebuah tanah yang tak pernah terinjak, sebuah lautan yang pernah terarungi, sebuah kota yang tak pernah terjamah, sebuah bunga yang tak pernah tersirami. Kosong, dangkal, sepi, kering dan layu. Mungkin itu deskripsi diriku belakangan ini. diri ini hanya berupa raga yang tak berjiwa. Entah kemana dia pergi.
Baru berapa hari saja sudah terasa bertahun-tahun lamanya, gimana kalau sudah bertahun-tahun. Kadang akal berperang dengan hati ini, antara rasio dan kegelisahan, antara ego dan pengetahuan.  Ini  bukan hal yang pertama kali terjadi, tapi dia sedikitpun tidak memberi perubahan apa-apa. Saya pun mengambil keputusan untuk tidak memberikan lagi kesempatan buat dia, walau sebenarnya hal itu sangat menyiksa perasaanku sendiri. Dia memang kekasihku, yang sangat egois (walau aku mengatakan itu dengan egois pula), dia selalu berkata kepadaku untuk bisa mengerti perasaannya jikalau saya berbuat seperti ini kepadanya tapi dia tak pernah mengerti dan tak pernah mau mengerti, mengapa aku melakukan semua ini. Padahal ia sebenarnya tau siapa saya sebenarnya. Karena aku pun tak suka berbuat seperti ini. Sudah hampir bosan saya dengan situasi seperti ini, tapi apa mau dikata saya masih sangat sayang dengan dia (mungkin dia pun tau itu). Semangat itu pulalah yang membuat saya masih bisa bertahan hingga detik ini. Dan itu tak kan pernah berubah (semoga saja).
Ini merupakan pelajaran buat kita berdua, namun kadang aku bertanya pada diriku sendiri, “apa dia tidak bosan seperti ini terus?”. Kadang setan pun datang menghampiriku (mungkin cuma perasaanku saja) untuk meninggalkan dia. Karena masih terlalu banyak perempuan yang mungkin lebih darinya. Tapi segera malaikatpun datang menghampiriku dan berkata, “Jangan bohongi perasaanmu, kawan…!!!”.
Jika terus begini saya bisa mati berdiri. Haruskah aku mengalah? Tapi mengapa selalu saya? Kalau terus begini, dia akan selalu mempermainkanku. Merasa saya hanyalah lelaki yang lemah. Tak mampu tegas kepadanya. Baru sampai segini saja sudah membuat saya terjatuh dalam kesakitan yang sangat dalam, apalagi jika ego itu terus kurawat dalam dirinya. Mungkin akan sebuah tembok yang tak akan pernah roboh meski dihantam oleh badai kegalauan.
Bila wajahnya terngiyang diingatku, kadang aku naik pitam dan tak mampu untuk menahannya. Emosi berapi-api begitu membara sehingga membakar semua kasih yang ada didalam hatiku. Tapi bila itu terjadi, aku merasa sangat bersalah. Ingin ku menghukum diriku sendiri. Karena ia terlalu baik untuk kubenci, terlalu berarti untuk kuhujat. Hanya air mata yang bisa menjawab segala bimbang ini. Biarkan Tuhan yang menyentuh relung jiwanya, mungkin memang hukum langit yang mesti mengatur bumi ini. Dan dalam lirih pun terngiang sebuah lirik lagu untuknya….
Cuma kamu sayangku  didunia ini
Cuma kamu cintaku didunia ini
Tanpa kamu hampa kurasa dunia ini
Tanpa kamu sulit kurasa dunia ini
Cuma kamu sayangku  didunia ini
Cuma kamu cintaku didunia ini
          Tiada kalimat dapat terlukiskan betapa sayangku kepada dirimu
Tiada ibarat sebagai umpama betapa cintaku kepada dirimu
Dapat engkau rasakan dari beani tanganku
Dapat engkau rasakan dari tatap mataku
Cuma kamu sayangku  didunia ini
Cuma kamu cintaku didunia ini
Tanpa kamu hampa kurasa dunia ini
Tanpa kamu sulit kurasa dunia ini
Cuma kamu sayangku  didunia ini

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentarnya dong...