Sabtu, 11 Februari 2012

tuhan Ke2

Di suatu masa, suatu tempat. Ketika semua sanak keluarga tertawa dengan riang, ia malah meneteskan air matanya. Namun itu bukanlah sesuatu yang menandakan kesedihan darinya. tetapi hal itu merupakan tanda kebahagiaan yang tiada terperikan. Sebuah rasa yang tak dapat lagi ia dapat bahasakan lewat bahasa bibir.
Dalam penanggalan masehi, hari itu tepat pada hari Rabu 22 April 1988 adalah hari yang begitu menegangkan dan mungkin akan menjadi hari yang paling bersejarah buat seorang perempuan cantik yang menanti kelahiran seorang bayi kecil nan lucu yang telah lama dikandungnya. Meski akan sangat menyakitkan buatnya, tapi ia sangat memberikan begitu besar harapan terhadap impiannya itu agar terlahir dengan normal seperti layaknya anak-anak yang lain. Setelah 9 bulan dikandungnya, tibalah saatnya untuk mengakhiri sebuah penantiannya itu.
Itulah perasaan seorang ibu yang baru saja melahirkan bayi impiannya. Hampir tak lagi ada yang dapat menutupi kebahagiaannya saat itu. Menghilangkan semua keletihan yang selama 9 bulan lamanya ia bebani.
Tak jauh berbeda keadaan yang dialami oleh sang suami tercinta, jantungnya berdebar bak gempa bumi yang melululantahkan Somalia pada tahun 2009 lalu. Ratusan korban jiwa berjatuhan disana, begitu juga dia yang ribuan urat sarafnya seakan mati kaku disegujur tubuhnya, membuat seorang pria yang tegap dan kuat itu dalam segejap tergulai lemas dalam kekhawatiran. Gelisah sangat nampak dalam raut wajahnya ketika ia berdiri di depan ruang bersalin sembari tak henti-henti lidahnya melafazkan sebuah ayat Tuhan dari “Q.S Al Imran 38”, yang dahulu doa yang sama pernah dibacakan oleh Nabi Zakaria AS dalam pengharapannya kepada Sang Maha Pencipta untuk seorang anak yang telah lama dinanti-nantinya.
Dia sangat khawatir dengan keadaan istri dan calon bayinya itu. Dua insan berbeda ini seolah kompak untuk merasakan hal yang sama.
Buah jiwa yang ditanam diladang hati kini telah tumbuh subur oleh pupuk cinta keduanya. Itulah “Aku”. Anak yang telah banyak meneteskan air mata ibunya, mengucurkan banyak keringat ayahnya. Dan seolah tanpa salah, hal itu pun hanya menjadi angin lalu buatnya. Namun mereka tak pernah sedikitpun memupuk rasa benci kepada anaknya. Hal ini yang membuatku yakin bahwa hubungan mereka berdua bukanlah hubungan asmara biasa, inilah cinta sejati. Cinta yang lahir tanpa mengharap balasan.
Sekarang mereka telah renta, keduanya telah ditinggal pergi anak-anaknya yang telah berkeluarga. Tapi itu pun tak membuatnya sedih, ia malah ikut merasakan kebahagiaan anak-anaknya, walau mungkin mereka tak lagi bersama.
Orangtua adalah unsur penting dalam lahirnya seorang anak. Dan karena jasanya itulah, seorang tokoh penting Islam (Muhammad) pernah berkata,”Jikalau ada makhluk yang pantas untuk disembah maka Ia adalah orangtuamu”. Argument ini bukanlah sebuah majas hiperbola. Ia adalah tangan Tuhan untuk melukis hasil karya itu.
Disisa umur ini, mungkin tak akan cukup untuk membayar semua jasa-jasanya itu, tapi semua itu tidaklah penting buat mereka. Mereka hanya butuh kita,butuh kamu. Karena kebahagiaanmu adalah kebahagiaannya. Jika cinta itu membutuhkan bukti maka buktikanlah cintamu itu kepadanya, sebelum mereka meninggalkan kita atau mungkin kita yang meninggalkan mereka. Cintanya telah melumuri semua tubuh ini maka sudah seharusnya jika kita memberikan setetes cinta kepadanya. Karena hal itu pun sudah cukup menyegarkan jiwanya, menyegarkan kembali cintanya. Cinta sang tuhan ke2 kepada makhluk mungilnya.

Baca pula:

6 komentar:

  1. perjuangan seorang ibu untuk melahirkan anaknya dan kegembiraan sang ayah menyambut kedatangan buah hatinya. mereka, orang tua kita, orang2 yg sangat menyayangi kita dg tulus, tanpa syarat :)
    salam kenal..

    BalasHapus
  2. sbg calon ayah n ibu,sdh sepntasx kita phmi hal itu.Slm kenal blik.

    BalasHapus
  3. ya,,,aku percaya setiap kelahiran pasti punya cerita sejarah yang unik dan membanggakan,...jadi ingat ibu., nice share bang..
    salam ukhuwah^^

    BalasHapus

Tinggalkan komentarnya dong...