Rabu, 04 Agustus 2010

Dualitas Cinta


Sebelum kita berjalan terlalu jauh dalam perkara yang kita bahas ini, mungkin saya akan meluruskan sedikit tentang judul materi kali ini. Kata dualitas bukanlah berarti bahwa “Cinta” mempunyai 2 realitas dan “Cinta” berasal dari 2 sebab atau sumber yang berbeda tapi disini kita menganalogikan “Cinta” sebagai sesuatu yang saat ini mempunyai 2 mata yang berbeda bila dipandang dari 2 sudut yang berbeda pula.
Saat ini telah beredar virus yang sangat mematikan yang melanda rona-rona hati kalangan pemuda. virus ini merambak kesegala penjuru bumi ini disangat cepat dan bahkan belum ada vaksin yang dapat mencegah peredarannya. “Virus merah jambu”, mungkin inilah istilah yang cocok kita berikan pada penyakit yang satu ini. karena gejala awal dari penyakit ini adalah tertutupnya kelopak mata seorang korban dengan bunga-bunga indah nan merah jambu yang menutupi semua materi di alam ini. Bak dunia ini milik berdua. tak ada yang lain, kehampaan dan kekosongan namun wajah sang kekasih mengisi sesak pandangan matanya kemana pun ia memandang. seorang yang telah terkena virus ini seolah tak mengenal Tuhan lagi, dan telah menggantikan posisi Tuhan dengan seorang kekasihnya.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”, (Q.S Al Baqarah 115).
Ayat tersebut diatas seakan tak berlaku lagi saat ini. Entah kemana perginya Tuhan kala itu. dan kesalahan terbesar yang dibuat para remaja kita yang terjangkit penyakit ini, yang dengan sangat bangganya ia mengatasnamakan “Cinta” atas apa yang ia rasakan saat itu. Namun satu hal yang menjadi pertanyaan besar saat ini, Apakah benar rasa itu adalah “Cinta”? Apakah saat ini telah banyak sosok “Pecinta”? “Cinta” yang kadang menyakiti dan kadang pula membuat seseorang tersenyum bahagia. “Cinta” yang punya sisi yang berbeda. benarkah seperti itu adanya???
“Cinta” pada hakikatnya berasal dari Sang pemilik Cinta, Allah Azza Wa Jalla. Yang secara mutlak suci dan murni dari segala keterbatasan dan noda dari alam materi. mungkinkah ini “Cinta” ini telah terkontaminasi karena turunnya ia didunia fana ini? hakikat “Cinta” tetaplah sama dan satu seperti pada awalnya dan “Cinta” juga tidak akan ternoda oleh materi ini. namun satu hal yang mesti kita catat bahwa penciptaan manusia didunia ini terdiri dari 2 unsur yang berbeda, yaitu dengan materi dan Cinta. jadi dapat saya simpulkan untuk sementara bahwa memang cinta yang telah ada dalam jiwa kita telah ternoda oleh materi yang kita miliki. namun akankah materi ini tidak bisa tersucikan? padahal materi inipun berasal dari suatu yang suci. Namun walaupun wadah itu suci tapi wadah pun akan ikut ternoda bila isi dalam wadah itu telah terkontaminasi oleh bakteri-bakteri keduniaan.
“Cinta” yang bersifat duniawi ini sering diistilahkan Plato sebagai “Cinta Erotis”. “Cinta” jenis ini dalam islam masuk dalam golongan “Nafsu Syahwat”. Dalam pandangan yang berbeda inilah yang membuat “Cinta” berwujud sesuatu yang memiliki 2 wajah yang berbeda. “Cinta Erotis” mewakili pandangan barat terhadap arti sebuah “Cinta”, yang pada hakikatnya hal ini selalu menggiring “Cinta” kearah seksualitas dan pemuasan nafsu. sedang dalam dunia islam (Timur) mewakili hakikat “Cinta” yang sebenarnya, Yang Suci dan Sempurna…
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(Q.S Al Hujurat 13).
Memang secara fitrawi, kedua golongan manusia ini mempunyai banyak perbedaan namun dari perbedaan itu seorang perempuan dan seorang lelaki diberikan kecenderungan untuk saling memiliki, saling mengisi, saling tolong menolong dan saling melengkapi. Maskulinitas dan Feminitas adalah dua sifat Tuhan yang diaktualisasikanNya lewat sebuah manifestasiNya. Sifat Maskulinitas yang sebagian besar dimiliki seorang pria difungsikan bukan dipakai untuk merubah sifat feminism seorang perempuan tapi untuk menaklukkan sifat feminitas itu dan Feminitas pun juga tidak dipakai untuk merubah sifat maskulin dari seorang lelaki namun perempuan menggunakan feminitasnya untuk menggungcang sifat maskulin yang dimiliki seorang lelaki. oleh karena itu memang pria cenderung disimbolkan sebagai seorang penakluk atau pejuang sedang perempuan berperang sebagai seorang yang ditaklukkan. Walau begitu, perempuan tidaklah boleh berpangku tangan dalam menanti seorang pria yang akan manaklukkannya tetapi ia mestinya memperlihat sifat feminitasnya tersebut didepan pria yang akan menaklukkannya.
Bicara tentang “Cinta” sangatlah rawan akan kontroversi. karena banyak orang yang memandang “Cinta” sebagai sesuatu yang bersifat subjektif, tergantung seseorang yang merasakan “Cinta” itu. Namun apakah benar “Cinta” itu subjektif? lalu dimanakah letak “Cinta” yang objektif? dan apakah “Cinta” itu datang secara fitrawi ataukah berasal dari usaha seseorang untuk menemukannya?
Rentetan pertanyaan ini mungkin akan membuka pikiran anda akan perasaan “Cinta” yang telah anda rasakan, apakah benar semua itu adalah “Cinta”? ataukah hanyalah rasa yang anda ciptakan dari kekaguman dan nafsu seksual anda untuk menikmati dan memiliki sesuatu yang anda sukai?
Dalam prosesnya mungkin “Cinta” tak datang secara instan begitu saja. ada pepatah lama mengatakan,”tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”. dari pepatah ini dapat disimpulkan bahwa sebelumnya kita haruslah mengenal subjek “Cinta” yang akan dituju. sebelum kita mengenal subjek itu, perlu dipertanyakan lagi, siapakah subjek itu?apakah manusia sebagai makhluk materi ini pantas dijadikan sebagai subjek itu?
Disini terdapatlah 2 pandangan yang berbeda. Dualitas “Cinta” seakan membagi “Cinta” menjadi 2 unsur yang berbeda dan bersumber dari 2 hal yang berbeda pula. apabila “Cinta” kita pandang bahwa ia berasal dari suatu yang suci maka pantaslah kita tujukan pula “Cinta” itu kepada suatu yang suci namun pabila “Cinta” itu hanya berasal dari pandangan materi kita, maka wajarlah bila pengapresiasian “Cinta” itu diberikan kepada makhluk yang kotor ini.
Dari pandangan diatas semoga dapat memberikan bahan perbandingan buat siapa saja yang sadar akan hakikat “Cinta” yang sebenarnya tanpa ada intervensi dari masing-masing pikiran subjek seseorang.

Baca pula:
Perempuan
Lihatlah Istrimu
Berpasangan adalah fitrah
Etika seksual
Engineer dan tuhan

5 komentar:

  1. Hmm.. Sulit membedakan yang mana cinta sejati atau cinta yang sekadar berlandaskan hawa nafsu..
    Semoga kita termasuk kedalam golongan hambaNya yang selalu mendamba ci ntaNya...

    Nice post..^_^

    BalasHapus
  2. cinta sejati itu adalah cinta Allah SWT :)
    turn to Allah. saling mengasihilah karena Allah :)

    BalasHapus
  3. Biarkan akal yg membuka hati & hati akan membimbing akal.

    BalasHapus
  4. sepertinya mmg akan lebih mudah mengklasifikasikan cinta berdasarkan objek. saat objek ketuhanan menjadi fokus, sepertinya semua sepakat itu harga mati, kebutuhan dan kewajiban yg punya konsekuensi saat ditinggalkan.

    sedang objek diluar itu, sekalipun sulit menakar dan tidak lepas dari konsekuensi keduniawian tetap saja tdak boleh melebihi jenis yg pertama. dan alangkah hebatnya manusia saat cinta diluar jenis pertama bisa menjadi rel untuk cinta pada Allah. :)

    #saya lgi waras kayaknya. hehehhe.. salam kenal... salam bloofers.. :)

    BalasHapus

Tinggalkan komentarnya dong...