Rabu, 21 Juli 2010

Engineer dan Tuhan


Pada dasarnya di alam raya ini masih menyimpan banyak hal yang bisa dikatakan bersifat ketidakpastian atau tabu oleh sebagian kalangan. Manusia mengembangkan teori untuk mengestimasi,mendegradasi,mengintegrasi dan banyak lainnya, namun semua itu masih mengandung limitasi soal pemberlakuannya. Dalam limitasi inilah, konsep tawakkal secara sadar atau tidak sadar diterapkan.
Peradaban manusia dalam sejarah ini telah berupaya melakukan berbagai cara mengamati segala fenomena alam yang terjadi dan sekaligus untuk menaklukan alam ini. Berawal dari 6.000 tahun yang lalu, manusia di Babilonia dan Mesir kuno mulai mengamati berbagai peristiwa alam yang unik dengan memakai matematika sebagai metode menghitung.
Manusia di Yunani kuno pun tidak tinggal diam. Mereka tertarik dengan natural philosophi untuk mengamati tentang hakikat keberadaan di alam ini. Yang laris manis ketika itu adalah ilmu-ilmu mengenai fenomena alam di angkasa (astronomi), dunia hewan (zoology) dan juga mengenai manusia itu sendiri (anatomi).
Masih belum bisa menaklukan alam, 2.500 tahun yang lalu, matematikawan di India kemudian memperkenalkan angka nol dan sistem desimal yang memudahkan untuk menghitung. Sementara itu di China, manusia menemukan kompas. Sebuah starting point untuk para eksplorer ke penjuru dunia yang gelap dan saat itu samudera Atlantik dihuni oleh banyak hal yang bersifat mistik. Eksplorasi mengakibatkan pengetahuan geografi semakin meluas dan makin akurat.
Perkembangan Islam di abad VII hingga XI juga membawa "angin segar" bagi usaha penaklukan alam. Manusia sudah mulai memakai ilmu kimia untuk meramu bahan alam, membuat lensa optik yang nantinya melahirkan teleskop mengamati angkasa, dan mengembangkan hampir semua sains modern termasuk matematika, fisika, kedokteran dan sosiologi.
Penaklukan alam kemudian berlanjut di Eropa. Dari warisan dunia Islam pasca penaklukan Andalusia, dan perang Salib, Eropa kemudian menjadi barometer perkembangan sains modern.
Revolusi sains diawali oleh Isaac Newton melalui Philosophiae Naturalis Principia Mathematica di tahun 1687 yang kemudian melahirkan revolusi industri, dan ditutup oleh Albert Einstein pada 1900-an bersama Max Planc dan Niels Bohr mengembangkan fisika kuantum yang nantinya menginspirasi revolusi informasi dan telekomunikasi.
Usaha manusia belum pernah berhenti sedikitpun di abad XX, melalui usaha ilmuwan sebelumnya, mereka menemukan listrik, mobil, pesawat udara, rekayasa genetik, energi nuklir, dan internet.
Namun manusia tidak akan pernah menaklukan alam. Seberapa jauh lompatan peradaban melalui teori, eksperimen, dan penemuan, alam raya ini masih saja asing dari jangkauan akal manusia. Masih banyak fenomena alam yang belum diobservasi secara detail dan mendalam.
Dalam konsep engineering desain, kesempurnaan sebuah desain sebenarnya tergantung pada seberapa lengkap data yang diperoleh, baik melalui eksplorasi dan uji laboratorium. Dari poin ini, seorang engineer (insinyur) bisa membuat model atau sitem secara optimistik mendesain konstruksi yang diinginkan.
Hanya saja, desain tersebut tidak akan pernah sempurna. Selain data yang digunakan tidak lengkap jika dibandingkan dengan fakta nyata di lapangan, juga eksperimen di laboratorium masih memiliki potensi kesalahan, baik dari alat maupun metodenya. Olehnya itu, engineer haruslah selalu bisa membuat estimasi. Keandalan estimasi ini sangat ditentukan oleh pengalaman. Semakin banyak pengalaman, maka semakin matang pula estimasi yang akan dihasilkan.
Tapi ini belumlah cukup, estimasi harus selalu dilengkapi dengan "faktor keamanan (safety factor)". Engineer menyerahkan estimasi desain-nya kepada Tuhan berupa safety factor. Disadari bahwa, dalam alam raya ini memiliki banyak hal yang belum bisa dijangkau oleh estimasi Sang Engineer atau manusia biasa. Safety factor merupakan aplikasi dari tawakkal kepada Allah swt.
Mungkin saja estimasi yang dibuat sudah dapat diandalkan karena data-data perhitungan dan analisanya yang sedemikian lengkap, Namun fenomena alam menyimpan banyak ketidakpastian yang engineer tersebut siap untuk menanggung kegagalan dari hal tersebut.
Dari asal katanya, tawakkal bisa berarti mewakilkan, atau menyerahkan urusan kepada yang mewakilkan. Seberapa besar masalah yang diserahkan, tergantung oleh seberapa besar ikhtiar yang dilakukan. Pada dasarnya, seluruh urusan di kehidupan ini adalah tanggung jawab manusia sebagai khalifah.
Artinya manusia dibekali oleh Allah swt seluruh potensi roh dan akal untuk bisa mengendalikan alam raya ini. Selama masih bisa dilakukan oleh manusia, maka itulah usaha yang harus dilakukan.
Kuantitas dan kualitas dari usaha akan dapat menurunkan potensi ketidakpastian hasil. Ketidakpastian itu akan turun seiring dengan bertambahnya usaha/ikhtiar. Derajat optimistik juga akan bertambah seiring dengan peningkatan usaha. Namun kepastian hasil tidak akan dapat diperoleh secara mutlak karena kepastian hanya dimiliki Zat dan sifatNya. Di sinilah tawakkal dilakukan sebagai jalan untuk menyerahkan diri dan setiap usaha kita kepada sang pemilik fenomena alam, Allah swt.
Dalam konsep ini, engineer melakukan segala upaya termasuk investigasi, eksplorasi, analisis data, pengujian, pemodelan, dan pengujian model adalah merupakan bentuk ikhitiar. Derajat kepercayaan akan keandalan desain akan bertambah seiring dengan data dan pengujian yang dilakukan. Namun, engineer tidak akan percaya 100 persen dengan apa yang didapatkan (Yakin).
Semuanya telah dilakukan dan engineerpun bertawakkal. Besaran safety factor tergantung dengan usaha dan degree of confidence. Semakin optimistik sebuah desain, maka semakin tinggi safety factor yang akan diperoleh.
Semoga hal ini dapat membuka hijab empiris yang selama ini telah mengerogoti akal kita. Dengan ini, dapat menyadarkan kita akan adanya sebuah kebenaran mutlak yang Ia miliki, yang belum dapat terpahami oleh akal subjektif seorang engineer awam seperti kita. wassalam…

Baca pula:

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentarnya dong...