Rabu, 01 Februari 2012

Akhirnya kutemukan Kebenaran Part II

Lanjutan dari Akhirnya kutemukan Kebenaran Part I

Perjumpaan Dengan Sayed Muhammad Baqir As-Sadr

Bersama Abu Syubbara kupergi kerumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr. Dalam perjalanan, AbuSyubban memperlakukanku dengan sangat mesra dan bercerita ringkas  tentang beberapa ulama yang masyhur dan tentang taklid dan sebagainya. Setibanya kami dirumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr, kudapati rumahnya penuh sesak dengan para Thalabah (pelajarHauzah) yang kebanyakannya para pemuda yang memakai sorban. Sayed berdiri menyambut kedatangan kami. Setelah diperkenalkan, beliau menyambutku begitu mesra dan menempatkan kudisisinya. Beliau bertanya tentang Tunisia dan aljazair dan beberapa ulama yang terkenal seperti al-Khidhir Husain, Thahir bin A'syur dan lain sebagainya. Aku merasa gembira sekali dengan obrolannya. Sayed Baqir Sadr walau memiliki wibawa yang sangat agung disisi pengikut-pengikutnya, namun kudapati diriku tidak begitu kaku dengannya seakan telah kukenal beliau sejak lama sebelum pertemuan itu.
Banyak ilmu yang sempat kutimba dari pertemuan kami pada waktu itu. Kudengar berbagai pertanyaan diajukan kepada Sayed, lalu kemudian dijawabnya dengan bijak. Waktu itu aku betul-betul menyaksikan betapa tingginya nilai mentaklid para ulama yang masih hidup. Karena mereka akan segera menjawab setiap persoalan yang diajukan kepada mereka dengan sejelas-jelasnya. Sejak saat itu, aku mulai yakin bahwa Syi'ah adalah kaum muslimin yang menyembah Allah SWT dan beriman kepada Risalah Nabi kita Muhammad SAWW.
Sebelumnya aku masih ragu, dan setan juga menaburkan rasa was-was bahwa segala apa yang kusaksikan adalah suatu sandiwara semata-mata. Dan mungkin inilah yang dikatakan oleh mereka sebagai Taqiyah, yakni menampakkan sesuatu yang tidak mereka percayai. Tetapi sikap demikian akhirnya segera lenyap dari benakku. Karena-pikirku-tidak mungkin setiap orang yang kulihat dan kusaksikan dengan bilangan yang mencapai ratusan semuanya akan bersandiwara. Untuk apa mereka lakukan itu padaku? Dan siapa aku? Apa yang mereka harus khawatirkan dariku sehingga mau bertaqiyah dihadapanku? Bukankah disini ada kitab-kitab mereka cetakan lama dan baru. Semua mengesakan Allah dan memuji-muji Rasul-Nya Muhammad SAWW. Seperti yang kubaca dalam berbagai mukaddimahnya. Kinia kutengah berada dirumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr, seorang Marja' (mujtahid yang diikuti fatwanya) Syi'ah yang sangat terkenal di Irak dan diluar Irak. Dan setiap kali nama Muhammad disebut, maka semua akan mengangkat suara agak keras membaca salawat: Allahumma Shalli A'la Muhammad Wa Aali Muhammad. Waktu shalat tiba. Kami pergi ke masjid yang terletak disamping rumah. Kami shalat Dzuhur dan Asar yang di imami sendiri oleh Sayed Muhammad Baqir Sadr. Ketika itu terasa dalam diriku seakan aku tengah hidup disekitar para sahabat yang mulia. Diantara dua shalat diselingi bacaan doa dengan suara yang sangat memilukan hati. Sungguh terharunya aku dan terkesan sangat dalam. Usai baca doa, secara serentak para jama'ah membaca salawat beramai-ramai: Allahumma Shalli A'la Muhammad Wa Aali Muhammad. Isi doa semuanya berupa pujian pada Allah SWT, Muhammad serta keluarganya yang suci dan baik.
Sayed Sadr tetap duduk dimihrabnya seusai shalat. Sebagian orang datang menyalaminya lalu mengajukan berbagai pertanyaan secara perlahan atau kadang-kala dengan suara yang agak keras. Dan Sayed juga menjawab setiap pertanyaan dengan perlahan apabila pertanyaannya memang demikian. Dari sana kupahami bahwa pertanyaan tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi. Apabila jawaban yang diharapkan telah diperoleh, maka si penanya akan mencium tangannya kemudian pergi. Berbahagialah mereka dengan orang alim yang mulia ini yang ikut membantu menyelesaikan segala permasalahan mereka dan ikut serta dalam suka dan duka mereka.
Sambutan Sayed yang demikian hangat serta perhatiannya yang begitu tinggi membuatku seakan berada ditengah keluargaku sendiri. Kurasa seandainya aku berada bersamanya selama satu bulan saja, niscaya aku akan menjadi Syi'ah karena melihat akhlaknya yang sangat tinggi, sikap tawadhu'-nya dan kemurahan hatinya. Setiap kalimat aku terpandang pada matanya kulihat beliau tersenyum dan memulai menyapaku. Beliau juga menanyakan keadaanku yang mungkin perlu bantuan dan sebagainya. Alhasil, sambutannya padaku sangat mesra sekali.
Selama empat hari aku jadi tamunya. Dan selama itu pula aku tidak berpisah dengannya kecuali saat tidur saja, kendatipun yang datang berziarah atau ulama-ulama yang berkunjung padanya cukup banyak. Aku juga berjumpa dengan orang-orang Saudi disana. Aku tidak pernah tahu bahwa orang-orang Syi'ah juga ada di Hijaz. Demikian juga ulama-ulama dari Bahrain, Qatar, Emirat Arab, Lebanon, Syria, Iran, Afghanistan, Turki dan Afrika. Sayed berbicara dengan mereka dan membantu hajat-hajat mereka. Semua yang keluar dari rumahnya menampakkan kegembiraan hati. Aku tidak akan pernah lupa pada suatu peristiwa yang kusaksikan dihadapan mataku sendiri dimana Sayed dapat menyelesaikannya sebuah persoalan yang berat dengan begitu bijak. Kukatakan demikian karena ia menyirat suatu pelajaran yang sangat penting agar kaum muslimin tahu betapa ruginya merekalantaran meninggalkan hukum-hukum Allah.
Ada empat orang datang menghadap Sayed Muhammad Baqir Sadr. Aku menduga bahwa mereka adalah penduduk Iraq sendiri, karena logat bahasanya kupahami demikian. Seorang dari mereka telah memperoleh waris sebuah rumah dari datuknya yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Kemudian rumah tersebut dijualnya kepada orang kedua yang juga hadir disana. Setahun setelah penjualan, datanglah dua orang yang mengaku sebagai pewaris syar'i(sah) dari si mayit. Keempat-empat mereka duduk dihadapan Sayed, dan masing-masing mengeluarkan berbagai kertas dan surat bukti. Setelah Sayed membaca surat-surat tersebut dan berbicara sejenak dengan mereka, kemudian dia keluarkan fatwanya seadil-adilnya: si pembeli tetap mempunyai hak atas rumah yang dibelinya; dan si penjual juga harus memberikan hak waris bagian dua saudara tadi dari hasil jualannya. Usai Sayed member fatwa empat orang ini kemudian berdiri lalu mencium tangan Sayed dan mereka saling berpelukan tanda damai dan setuju.
Aku sangat terkejut dan seperti tidak percaya. Kutanyakan kepada Abu Syubbar apakah kasusnya telah selesai. Ya, jawabnya. Setiap mereka telah mendapatkan haknya masing-masing. Subhanallah. Semudah ini dan dalam waktu yang sesingkat ini; hanya beberapa saat saja permasalahan itu dapat diselesaikan! Kasus seperti ini apabila terjadi dinegeri kami, paling tidak ia akan memakan waktu sepuluh tahun sampai kadang-kadang sebagian dari mereka telah mati lalu kemudian diteruskan oleh anak-anaknya. Tambah lagi mereka harus bayar biaya pengadilan, pengacara dan lain sebagainya yang kebanyakannya tidak kurang dari nilai rumah itu sendiri. Mula-mula pengadilan umum, kemudian negeri lalu mahkamah agung sampai akhirnya semua kecewa setelah melalui serangkaian kekusutan serta biaya yang mahal dan menyogok sana-sini yang tidak sedikit. Disamping sikap permusuhan dan kebencian yang timbul antar keluarga akibat dari semua itu. "Hal seperti itu juga ada disini; bahkan lebih dari itu. "Kata Abu Syubbar menjawab. Mengajukannya kepada pengadilan negeri maka hasilnya seperti yang Anda ceritakan tadi.
Namun jika mereka mentaklid seorang Marja' agama dan terikat dengan hukum-hukum Islam maka mereka tidak akan mengangkat permasalahan mereka kecuali kepadanya saja. Dan si Marja' pada gilirannya akan menyelesaikan masalah mereka dalam waktu yang sangat singkat seperti yang Anda saksikan. Apakah ada Hakim yang lebih baik selain dari pada Allah bagi orang-orang yang berakal? Sayed Sadr juga tidak memungut sebarang biaya dari mereka.
Apabila mereka pergi ke instansi pemerintah yang berkaitan niscaya mereka akan menderita kerugian yang tidak sedikit." "Subhanallah. Aku masih tidak percaya apa yang kulihat. Kalaulah mata ini tidak menyaksikannya sendiri mana mungkin aku akan percaya pada kejadian ini."
"Begitulah wahai saudaraku. Kasus ini masih ringan dibandingkan dengan kasus-kasus yang lain yang lebih rumit dan menyangkut nyawa. Tapi para marja' ini dapat menyelesaikannya dalam waktu yang relative singkat."
"Jadi di Irak ini ada dua pemerintahan, pemerintahan Negara dan pemerintahan ulama, begitu?" Tanyaku takjub. "Tidak. Disini ada pemerintahan Negara saja. Namun kaum muslimin dari mazhab Syi'ah yang bertaklid pada marja' mereka tidak memiliki sebarang hubungan dengan pemerintahan. Karena ia adalah pemerintahan Ba'ath bukan pemerintahan Islam. Mereka patuh pada hukum-hukum sipil, pajak, dan hal-hal pribadi lainnya. Seandainya terjadi suatu kasus antara seorang muslim yang shaleh dengan seorang muslim lain yang tidak shaleh, maka pasti ia akan terpaksa mengangkatnya kepada pengadilan negeri. Karena orang kedua ini tidak setuju dengan ketentuan hokum para ulama. Namun jika yang berselisih adalah sesame orang-orang mukmin, maka mereka akan mengembalikannya kepada para marja'. Apa saja yang dihukumkan oleh marja' tersebut akan diterima oleh semua tanpa ada sebarang keberatan.
Itulah kenapa kasus-kasus tertentu dapat diselesaikan oleh para marja' dalam waktu satu hari, sementara pengadilan negeri mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun."
Peristiwa itu menggetarkan jiwaku hingga kemudian kurasakan suatu kesadaran untuk rela atas segala hokum Allah SWT. Dari situ aku memahami makna firman Allah yang bermaksud: "Barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orang-orang kafir. Barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orang-orang fasik"(QS.Al-Maidah:44,45,47)
Jiwaku juga memberontak dan memprotes orang-orang zalim yang telah mengubah hukum-hukum Allah SWT yang adil kepada hokum buatan manusia yang zalim. Bahkan mereka mengejek hukum-hukum Allah dengan cara yang keji. Mereka katakana bahwa hokum Allah adalah barbarism dan kejam karena menegakkan hokum hudud yang memotong tangan pencuri dan merajam pezina serta membunuh si pembunuh. Darimana datangnya teori-teori yang asing seperti ini? Sudah pasti ia datang dari barat dan dari musuh-musuh Islam yang melihat bahwa pelaksanaan hukum-hukum seperti itu berarti tamatnya kekuasaan mereka secara total. Hal ini tiada lain karena mereka sendiri adalah para pencuri, pengkhianat, pezina dan pembunuh. Apabila hukum-hukum Allah dilaksanakan terhadap mereka maka kita sudah aman dari mereka.
Pada hari-hari yang penuh kenangan itu terjadi serangkaian diskusi antara aku dan Sayed Sadr. Kuajukan padanya berbagai pertanyaan, besar atau kecil dari kesimpulan yang kubuat setelah berbagai diskusi dengan teman-teman, baik yang berkaitan dengan akidah, sahabat (semoga Allah meridhai mereka) atau kepercayaan mereka akan imam dua belas, Ali dan anak-anaknya dan lain sebagainya yang tidak sama dengan akidah kami.
Kutanyakan kepada Sayed Sadr tentang Imam Ali, kenapa namanya diucapkan dalam azan dengan sebutan Waliullah Beliau menjawab: "Amiral-Mukminin Ali as. Adalah diantara hamba Allah yang dipilih oleh-Nya untuk meneruskan tanggung-jawab mengemban Risalah setelah para nabiNya. Mereka adalah para wasi Nabi. Setiap nabi memiliki wasi, dan wasi Nabi Muhammad SAW adalah Ali bin Abi Thalib. Kami mengutamakannya atas semua sahabat karena Allah dan Rasul-Nya mengutamakan-Nya. Dan kami mempunyai dalil aqli dan naqli, Al Quran dan Sunnah dalam hal ini. Dalil-dalil ini tidak dapat diragukan kebenarannya, lantaran bersifat mutawatir dan sahih dalam jalur sanad kami, dan hatta dalam jalur sanad Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Para ulama kami telah menulis berbagai buku tentang hal ini. Ketika pemerintahan Bani Umayyah coba menghapuskan kebenaran ini dan memerangi Amiral-Mukminin Ali dan anak-anaknya serta membunuh mereka bahkan mencaci dan melaknatnya diatas mimbar-mimbar kaum muslimin serta memaksa mereka untuk berbuat serupa, melihat ini maka Syi'ah Ali dan para pengikutnya, semoga Allah meridhai mereka, tetap mengikrarkan bahwa beliau adalah Waliyullah, karena seorang muslim yang sejati dilarang mencaci Waliyullah. Hal ini dilakukan sebagai bantahan mereka terhadap penguasa yang zalim saat itu hingga kemuliaan yang sebenarnya dapat dikembalikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukminin saja; dan biarlah ia wujud sebagai bukti sejarah kepada segenap kaum muslimin yang datang berikutnya, agar mereka tahu tentang kebenaran Ali dan kebatilan musuh-musuhnya."
"Para fuqaha (ahli fiqih) kami mengatakan bahwa syahadat kepada wilayah Ali disaat azan adalah sunnat semata-mata, dan dengan niat bahwa ia bukan bagian dari azan atau iqamah.
Apabila seorang muazin menganggap bahwa itu adalah bagian dari azan dan iqamah maka azannya dianggap tidak sah. Dan hal-hal sunnat dalam ibadah dan mu'amalat banyak sekali jumlahnya. Seorang muslim akan diberi ganjaran jika melakukannya dan tidak akan berdosa apabila meninggalkannya. Sebagai contoh, dalam suatu hadis disebutkan bahwa usai mengucapkan syahadat kepada Allah dan Muhammad dalam azan, disunatkan juga bersyahadat (bersaksi) bahwa surge itu adalah benar; neraka itu adalah benar; dan Allah akan membangkitkan manusia dari kuburnya."
Kukatakan bahwa para ulama kami mengajarkan bahwa Sayyidina Abu bakar as-Shiddiq adalah khalifah yang paling utama, kemudian Sayyidina Umar al-Faruq, Sayyidina Utsman baru kemudian Sayyidina Ali, semoga Allah meridhai mereka semua. Sayed diam sejenak. Kemudian berkata: "Mereka boleh berkata apa saja tetapi jauh sekali untuk bisa membuktikannya secara valid. Disamping ia bertentangan dengan apa yang tertulis dalam kitab-kitab mereka yang sahih dan muktabar. Disana tertulis bahwa manusia yang paling utama adalah Abu bakar, kemudian Utsman. Tidak ada kata-kata Ali sama sekali.
Justru Ali dijadikan sebagai manusia awam semata-mata. Namun para ahli sejarah juga menyebutnya lantaran menyebut-nyebut para khulafa'rasyidin saja. "Aku tanyakan juga tentang tanah yang digunakan untuk sujud, atau yang biasa disebut dengan Turbah Husainiyah. Beliau menjawab: "Pertama-tama wajib diketahui bahwa kami bukan sujud kepada tanah, seperti yang disangka oleh mereka yang benci pada Syi'ah, tapi kami sujud diatas tanah. Sujud hanya untuk Allah semata-mata. Apa yang terbukti secara dalil bagi kami dan juga disisi AhluSunnah bahwa yang utama adalah sujud diatas tanah atau diatas sesuatu yang tumbuh dari tanah, tapi bukan sejenis dari bahan makanan. Selain dari itu tidak sah sujud diatasnya. Dahulunya Rasulullah SAW. Duduk diatas tanah dan menjadikan sebongkah tanah sebagai tempat sujudnya. Beliau juga mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian juga sehingga mereka sujud diatasnya, dan diatas batu-batu kecil. Baginda melarang mereka sujud diatas ujung bajunya. Hal ini diketahui sangat lumrah sekali disisi kami."
"Imam Zainal Abidin dan Sayyid as-Sajidin Alibin Husain a.s. mengambil tanah dari kuburan ayahnya Abu Abdillah al-Husain as-Syahid sebagai turbahnya. Ini karena tanahnya bersih dan suci dan telah disiram oleh darah Sayyidis-syuhada' (penghulu para syahid). Dan para syi'ahnya meneruskan kebiasaan ini sehingga ke hari ini. Kami tidak mengatakan bahwa sujud diatas selainnya bermakna tidak sah. Sujud akan sah diatas sebarang tanah atau sebarang batu yang suci, sebagaimana ia juga akan sah sujud diatas tikar atau tempat ambal yang dibuat dari pelepah kurma dan sejenisnya."
Kutanyakan lagi tentang peringatan Sayyidina Husaina.s, kenapa Syi'ah menangis dan memukul-mukul dada sehingga berdarah? Bukankah ini haram didalam Islam. Nabi juga telah bersabda: "Bukan dari golongan kami mereka yang memukul-mukul pipi dan mengoyak-ngoyak baju serta melakukan seperti perbuatan Jahiliah. "Sayed menjawab: "Hadis itu memang sahih, tapi ia tidak dapat diterapkan untuk peringatan Abu Abdillah al-Husain. Mereka yang menyerup ada perjuangan Husain dan mengikut jejaknya, perbuatan ini bukan sejenis perbuatan Jahiliah. Lalu didalam mazhab Syi'ah ada manusia yang beragam, ada yang alim dan ada juga yang jahil. Ke semua mereka mempunyai rasa emosi. Jika didalam mengingat kesyahidan Husain dan apa yang terjadi kepada keluarganya serta para sahabatnya,-yang dibunuh atau yang ditawan- lalu perasaan emosinya menguasai mereka, maka mereka akan mendapatkan pahala disisi Tuhannya. Karena niat mereka adalah fisabilillah semata-mata. Dan Allah memberikan ganjaran kepada hamba-hamba-Nya sekadar niatnya masing-masing. Seminggu yang lalu saya membaca suatu kenyataan resmi dari pemerintahan Mesir sempena kematian Jamal Abdul Nasir. Dikatakan bahwa mereka telah mencatat delapan kasus bunuh diri karena mendengar kematian Jamal Abdul Nasir. Ada yang menerjunkan diri dari atas bangunan yang bertingkat; ada yang menerjunkan diri kebawah rel kereta api dan sebagainya. Adapun mereka yang terluka jumlahnya cukup banyak. Ini saya sebutkan sebagai contoh bagaimana emosi manusia kadang-kadang bisa menguasai manusia itu sendiri. Jika manusia muslim sampai membunuh diri lantaran kematian Jamal Abdul Nasir, padahal diamati secara wajar, maka tidak ada hak bagi kita untuk menghukumi bahwa AhluSunnah adalah salah. Dan tidak ada hak bagi AhluSunnah juga menghukumi saudara-saudara mereka dari Syi'ah salah lantaran menangisi Sayyidas-Syuhada' al-Husain. Mereka meratapi penderitaan Husain sampai sekarang. Rasulullah sendiri pernah menangis untuk Husain, dan Jibril juga menangis karena tangisnya Rasulullah."
"Kenapa Syi'ah menghiasi kuburan wali-wali mereka dengan emas dan perak sementara ia haram didalam Islam? "Tanyaku lagi. "Ini tidak hanya ada didalam Syi'ah dan juga tidak haram. Lihatlah masjid-masjid saudara kami dari golongan AhliSunnah, di Iraq, Mesir, Turki atau negara-negara Islam yang lain. Rata-rata dihiasi dengan emas dan perak. Begitu juga dengan masjid Rasulullah SAWW. Di Madinah al-Munawwarah dan Baitullahal-Haram di Mekah yang setiap tahun dipakaikan dengan perhiasan emas yang baru dengan perbelanjaan berjuta-juta. Ini tidak hanya ada pada mazhab Syi'ah saja". "Ulama-ulama Saudi berkata bahwa mengusap tangan diatas kubur, minta doa dari orang-orang yang shalih serta mengambil berkat dari mereka semua itu adalah syirik kepada Allah. Bagaimana pendapat Anda dalam hal ini?" "Jika mengusap tangan diatas kubur dan menyebut nama-nama penghuninya dengan niat bahwa mereka member manfaat atau mendatangkan madharaat (kerugian), maka tak ragu-ragu lagi ia adalah syirik. Orang-orang muslim adalah orang yang muwahhid (bertauhid) dan mengetahui bahwa Allah sajalah yang member manfaat atau madharrat. Mereka menyeru para wali dan imam a.s. semata-mata sebagai wasilah atau perantara mereka kepada Allah SWT. Ini tidak syirik. Kaum muslimin, Sunnah dan Syi'ah, sepakat dalam hal ini sejak zaman Rasul sehingga sekarang. Melainkan Wahhabiah atau ulama-ulama Saudi seperti yang Anda sebutkan. Mereka telah melanggar ijma' kaum muslimin dengan mazhab mereka yang baru muncul diabad ini. Mereka telah memfitnah kaum muslimin dengan akidah mereka ini, mengkafirkan mereka dan bahkan menghalalkan darah mereka. Para jemaah haji Baitullah al-Haram dipukul lantaran mereka berkata: AssalamuAlaika Ya Rasulullah. Dan tidak diperkenankan siapapun untuk menyentuh kuburan suci Nabi Muhammad SAWW. Mereka telah berdiskusi dengan ulama kami beberapa kali, tapi mereka tetap sombong untuk menerima kebenaran."
"Sayed Syarafuddin, seorang diantara ulama Syi'ah ketika pergi haji ke Baitullah al-Haram dizaman raja Abdul Aziz Al Saud, adalah diantara ulama ke istana raja untuk merayakan Hari Raya Aidul Adha bersama raja. Ketika tiba gilirannya untuk bersalaman dengan raja, dihadiahkannya kepada raja sebuah mushaf AlQuran yang bercover kulit binatang. Raja menerima hadiah mushaf tersebut lalu diciumnya dan diletakkannya diatas dahi sebagai tanda penghormatan dan pentakziman. Sayed Syarafuddin kemudian berkata ketika itu: "Wahai Raja, kenapa Anda mencium kulit dan mengagungkannya. Bukankah ia hanya berupa kulit kambing, tidak lebih?" "Yang kumaksudkan adalah pentakziman kepada Al Quran al-Karim yang ada didalamnya, bukan kepada kulit ini."jawab Raja.Sayed Syarafuddin berkata: "Anda bijak hai Raja. Begitulah juga ketika kami mencium pintu-pintu kuburan Nabi atau dinding-dindingnya. Kami tahu bahwa itu semua adalah besi yang tidak member sembarang manfaat atau mudharrat. Kami bermaksud mencium orang yang ada dibalik besi dan kayu-kayu itu. Kami bermaksud mentakzim-kan Rasulullah SAWW, sebagaimana Anda bermaksud mentakzimkan Al Quran dengan mencium kulit kambing yang membungkus Al Quran ini."
"Para hadirin mengucapkan takbir sebagai tanda kagum atas Sayed ini. Mereka berkata: Anda benar, Anda benar. Akhirnya raja terpaksa mengizinkan para jemaah haji untuk melakukan tabarruk (mengambil berkat) dari peninggalan-peningalan Nabi SAWW. Sehinggalah datang raja berikutnya. Kemudian ia dilarang kembali." "Perkara yang sebenarnya bukan karena mereka takut kaum muslimin akan syirik kepada Allah. Tetapi disana ada motivasi politik untuk menguasai kaum muslimin dan memperkuat kerajaan mereka. Sejarah adalah sebaik-baik bukti atas apa yang mereka lakukan terhadap ummat Muhammad SAWW"
Aku Tanya juga tentang tarikat-tarikat Sufi. Jawabnya singkat, "Ada yang positif dan ada juga yang negatif. Yang positif seperti membina diri dan mendidiknya untuk sederhana didalam hidup dan bersikap zuhud atas kenikmatan-kenikmatan dunia serta melatih diri untuk berangkat tinggi ke alam ruh yang suci. Sementara yang negative seperti menyendiri dan lari dari realitas kehidupan, terbatas hanya berzikir kepada Allah secara lafzi dan sebagainya. Islam seperti yang diketahui mengabsahkan yang positif dan membuang jauh-jauh yang negatif. Kita layak mengatakan bahwa semua prinsip Islam adalah positif."

 Ragu-Ragu Dan Bingung

Jawaban Sayed Muhammad Baqir as-Sadr jelas dan meyakinkan. Tetapi apakah mungkin ia akan mempengaruhi orang seumpam aku yang telah menghabiskan umurnya selama dua puluh lima tahun dalam prinsip mengkultuskan para sahabat dan menghormati mereka. Terutama Khulafa'ar-Rasyidin yang diperintahkan oleh Rasul kepada kita untuk berpegang teguh pada sunnah mereka dan berjalan dibawah bimbingan mereka. Diatas semua mereka Adalah Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq dan Sayyidina Umar al-Faaruq. Sejak kedatanganku ke Iraq tidak pernah kudengar nama mereka. Yang kudengar adalah nama-nama yang kelihatannya asing bagiku serta nama dua belas imam. Orang-orang Syi'ah ini juga mengklaim bahwa Nabi SAWW telah menunjuk Ali sebagai Khalifah sebelum wafatnya. Bagaimana mungkin aku bisa percaya bahwa para sahabat yang mulia, manusia yang paling utama setelah Nabi, sepakat dalam menentang Ali Karamallahu wajhahu. Dan sejak kecil juga kami diajar bahwa para sahabat r.a. sangat menghormati Imam Ali dan mengetahui haknya. Beliau adalah suaminya Fatimah az-Zahra', ayahanda Hasan dan Husain dan pintu kotanya ilmu. Begitu juga Sayyidina Ali. Beliau tahu haknya Abu Bakar as-Siddiq, orang pertama yang masuk Islam dan menemani Rasul saat beliau berada digua sebagaimana yang disebutkan dalam AlQuran. Rasulullah SAWW juga telah menyuruhnya menjadi imam jamaah ketika baginda sakit. Untuk itu beliau pernah bersabda: "Seandainya aku harus mengambil Khalil (teman dekatku), maka Abu Bakar yang akan kuambil sebagai khalilku." Itulah kenapa kaum muslimin memilihnya sebagai khalifah mereka. Imam Ali juga tahu tentang keutamaan Sayyidina Umar yang dengannya Islam telah diangkat oleh Allah ; dan Rasul telah memberinya gelar sebagai al-Faruq, yakni yang memisahkan antara hak dan batil. Beliau juga tahu tentang keutamaan Sayyidina Utsman dimana Malaikat Rahman malu kepadanya dan yang telah menyediakan Pasukan al-U'srah, serta dinamakan Rasulullah sebagai Zun Nurain (empunya dua cahaya). Kenapa saudara-saudara kami mazhab Syi'ah tidak mengetahui semua itu? Apakah mungkin mereka berpura-pura tidak tahu lalu menjadikan mereka sebagai manusia-manusia biasa yang diombang-ambingkan oleh hawa nafsu dan kerakusan duniawi serta berpaling dari kebenaran? Karena itu maka mereka kemudian dikatakan sebagai orang yang melanggar perintah nabi setelah wafatnya. Padahal sebelumnya mereka adalah para sahabat nabi yang berlomba-lomba dalam mematuhi perintahnya, bahkan ada yang membunuh anak-anak mereka, ayah-ayah mereka dan keluarga mereka demi kemuliaan Islam dan kejayaannya. Mereka yang rela membunuh ayah dan anaknya lantaran patuh pada Allah dan Rasulnya tidak mungkin akan dipengaruhi oleh dunia yang fana ini, seperti merebut jabatan khalifah, atau pura-pura jahil apalagi meninggalkan perintah Rasul SAWW. Karena alasan-alasan itu maka aku tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Syi'ah walaupun dalam banyak hal aku yakin akan hujjah-hujjahnya. Aku bingung dan ragu-ragu. Ragu-ragu lantaran kata-kata ulama Syi'ah sangat rasional dan logis. Bingung dan tidak percaya lantaran para sahabat r.a. dipandang sedemikian rupa sehingga mereka seperti manusia biasa; seperti diri kita ini. Tiada cahaya risalah menyinari mereka dan tiada pula bimbingan Muhammad mendidik mereka. Ya Ilahi, bagaimana mungkin terjadi begini? Mungkinkah para sahabat berada dalam taraf yang dikatakan orang-orang Syi'ah itu? Yang penting sikap ragu-ragu dan bingung ini adalah mulanya kelemahan dan pengakuan bahwa disana ada hal-hal tersembunyi yang harus dibongkar agar dapat sampai kepada kebenaran.
Temanku Mun'im datang dan kami pergi ke Karbala. Disana aku ikut serta dalam sebuah majlis takziah mengenang Sayyidina Husain sebagaimana yang dihayati oleh orang-orang Syi'ah. Waktu itu aku sadar bahwa Sayyidina Husain sebenarnya belum mati. Orang-orang begitu ramai dan saling berdesakan disekitar pusara Sayyidina Husain. Mereka menangis terisak-isak yang tak pernah kusaksikan seumpamanya sebelum ini yang seakan-akan Husain baru saja syahid. Kudengar para penceramah menggugah emosi dan perasaan para hadirin dengan menceritakan tragedy Karbala dengan suara yang mengharukan. Hampir setiap orang yang mendengarnya tidak dapat menahan diri kecuali ikut menangis. Aku menangis dan terus menangis. Kubiarkan diriku melepaskan deritanya yang seakan-akan sebelum ini terbelenggu. Kurasakan suatu kelegaan jiwa yang luarbiasa yang tidak pernah kuketahui sebelum ini. Seakan-akan dahulunya aku berada dibarisan musuh-musuh Imam Husain, dan tiba-tiba sekarang berbalik dan ikut serta para sahabat Husain dan pengikutnya yang berkorban untuknya.
Waktu itu si penceramah bercerita tentang al-Hur, salah seorang komandan pasukan musuh yang diperintahkan untuk memerangi Husain. Namun ketika beliau berdiri di front paling depan, dia rasakan dirinya bergemetar dahsyat. Ketika ditanya oleh sebagian temannya, apakah dia takut mati? Hur menjawab, "Demi Allah tidak. Tetapi aku kini tengah mempertaruhkan nyawaku antara surge dan neraka! "Kemudian dia sebat kudanya dengan agak keras dan pergi ke arah Husain. Katanya, "Wahai putra Rasulullah, apakah masih ada luang untukku bertaubat? "Mendengar ini aku tidak dapat menahan diri. Aku jatuh dan menangis seakan aku tengah melakukan peranan Hur. Aku berkata, "Wahai putra Rasulullah, apakah ada jalan bagiku untuk bertaubat? Maafkan aku wahai putra Rasulullah. "Waktu itu suara si penceramah sangat mengharukan. Terdengar suara tangisan para hadirin menguak suasana. Temanku mendengar suara jeritan tangisku. Dia datang dan memelukku sambil menangis bagaikan seorang ibu yang memeluk anaknya. Dia menyebutkan kata-kata, "ya Husain...ya Husain..." secara perlahan. Saat itu benar-benar mengajarku makna suatu tangisan. Air mataku seakan mencuci semua kalbuku dan jasadku dari dalam. Waktu itu aku baru paham maksud hadis Nabi: "Apabila kalian tahu apa yang kuketahui, maka kalian akan tertawa sejenak dan menangis banyak."
Satu hari penuh aku hanya berdiam diri. Temanku berusaha menghiburku dan mengucapkan takziah padaku. Diberinya aku sedikit manisan, tapi rasa minatku untuk makan hari itu sama sekali hilang. Aku minta temanku menceritakan kepadaku kisah syahidnya Sayyidina Husain, karena aku tidak tahu sama sekali tentang tragedy Karbala ini. Apa yang aku tahu adalah cerita orang-orangtua kami yang mengatakan bahwa orang-orang munafik yang membunuh Sayyidina Umar, Sayyidina Utsman dan Sayyidina Ali, mereka jugalah yang membunuh Sayyidina Husain. Selebihnya kami tidak tahu. Bahkan pada hari Asyura kami menyambutnya dengan suka-ria, karena dianggap sebagai hari raya Islam. Hari itu zakat-zakat harta
dikeluarkan, berbagai makanan yang lezat dihidangkan dan anak-anak pergi meminta uang dari orang-orangtua mereka untuk belanja mainan dan manisan. Memang ada sebagian adat disejumlah daerah dimana para penduduknya pada hari itu menyalakan api, tidak bekerja, tidak kawin dan tidak bersuka ria. Tetapi hal itu kami katakana sebagai adat semata-mata, tanpa mengetahui makna yang tersirat dibaliknya. Ulama-ulama kami meriwayatkan berbagai hadis tentang keutamaan hari Asyura serta berbagai berkat dan rahmat yang ada didalamnya. Sungguh aneh. Dari sana kemudian kami ziarah kekuburan Abbas, adiknyaHusain. Waktu itu aku tidak kenal siapa Abbas. Temanku menceritakan padaku tentang kegagahan dan kepahlawanannya. Disana juga kami berjumpa dengan berbagai ulama yang tidak kuingat betul siapa nama-nama mereka, melainkan gelarnya saja, seperti Bahrul Ulum, Sayedal-Hakim, Kasyifal-Ghitho' ,Ali Yasin, Thabathabai, Fairuz Abadi, Asad Haidar dan sebagainya. Secara jujur harus kukatakan bahwa mereka sebenarnya adalah para ulama yang bertakwa, membayarkan khumus (seperlima dari keuntungan niaganya) kepada mereka. Dengan dana itu mereka menjalankan urusan Hauzah Ilmiah, mendirikan berbagai sekolah dan percetakan, serta member beasiswa kepada para thalabah (pelajar) yang datang dari berbagai dunia Islam. Mereka benar-benar berdikari dan tidak bergantung kepada para penguasa, baik yang dekat atau yang jauh; tidak seperti kondisi ulama-ulama kita yang tidak akan mengeluarkan sebuah fatwa atau pendapat melainkan terlebih dahulu minta restu para penguasa yang menjamin kehidupan mereka dan yang dapat menyingkirkan atau mengangkat mereka.
Sungguh merupakan suatu dunia baru yang kutemukan ;atau ditunjukkan oleh Allah padaku. Kini aku menyukainya dan dapat menyesuaikan diri dengannya setelah sekian lamaaku memusuhinya. Orang alim ini telah membukakan untukku berbagai pemikiran-pemikiran yang baru. Beliau juga telah membangkitkan diriku untuk mencintai pengkajian, penelitian dan belajar sungguh-sungguh sampai harus kutemukan sebuah kebenaran yang kucari. Apalagi Nabi pernah bersabda: "Bani Israel telah terpecah kepada tujuh puluh satu golongan, Nasrani telah berpecah kepada tujuh puluh dua golongan sementara ummatku akan terpecah kepada tujuh puluh tiga golongan. Semua berada di neraka kecuali satu. "Hadis ini sangat mengusikku untuk mengetahui lebih jauh tentang suatu kebenaran yang dimaksudkan.
Kita tidak perlu mengaitkan maksud hadis ini dengan berbagai agama yang mengklaim bahwa dirinya adalah yang benar sementara yang lain salah. Aku bingung dan takjub melihat maksud hadis ini. Lebih bingung lagi melihat sikap kaum muslimin yang sering membaca dan mengulang-ulang hadis ini dalam ceramah-ceramahnya, namun tetap tidak pernah mau meneliti maksudnya agar dapat membedakan mana golongan yang hak dari golongan yang batil. Anehnya setiap golongan menklaim bahwa dia adalah satu-satunya yang kelakakan selamat, dan yang lain sesat. Dalam urutan hadis itu tertulis, "Sahabat bertanya, siapa mereka ya Rasulullah? "Nabi menjawab: "Apa yang aku dan para sahabatku berada diatasnya. "Apakah ada suatu golongan yang tidak berpegang pada Kitab dan Sunnah, atau mengaku tidak ikut Al Quran dan Sunnah? Seandainya Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi'I atau Ahmad bin Hanbal ditanya, adalah tidak mungkin mereka akan berkata bahwa mereka tidak berpegang pada Al Quran dan Sunnah yang shahih. Ini baru sekadar mazhab-mazhab yang ada disekitar dunia Sunni. Bagaimanapula dengan golongan Syi'ah? Mazhab ini juga mengklaim  bahwa ia berpegang pada Kitab Allah dan Sunnah yang shahih yang kesemuanya diriwayatkan oleh AhlulBait yang suci. Bak kata pepatah, "AhlulBait lebih tahu akan isi rumahnya ketimbang orang luar. "Apakah mungkin semuanya benar seperti yang diklaim oleh masing-masing. Hal ini rasanya tidak mungkin sama sekali, karena ia bermaksud sebaliknya. Lain halnya apabila dinyatakan bahwa hadis tersebut palsu atau dusta. Tetapi ini tidak mungkin. Sebab hadis itu adalah hadis yang mutawatir, baik menurut Sunnah ataupun Syi'ah. Apakah mungkin hadis ini tidak mempunyai makna dan maksud? Jauh sekali Nabi akan berkata sesuatu yang sia-sia tanpa maksud, karena apa yang dikatakannya adalah wahyu semata-mata; dan setiap hadisnya mengandung hikmat dan pelajaran. Nah, suka atau tidak, kita terpaksa harus mengakui bahwa hanya ada satu golongan yang benar dan lainnya salah. Hadis ini memang menimbulkan kebingungan, tetapi ia juga melahirkan sikap ingin tahu dan kesungguhan untuk meneliti bagi mereka yang menginginkan keselamatan. Karena itu, sikap ragu-ragu, bingung dan ingin tahu kemudian timbul dalam benakku setelah perjumpaanku dengan orang-orang Syi'ah. Siapa tahu mungkin mereka mengatakan sesuatu yang benar dan berkata jujur. Kenapa aku tidak teliti dan kaji. Islam telah mewajibkanku mengkaji, memperbandingkan dan meneliti seperti yang disebutkan dalam AlQuran dan Sunnah Nabi. Allah berfirman: "Siapa yang sungguh-sungguh meniti dijalan Kami maka pasti Kami tunjukkan padanya jalan-jalan Kami "(QS.Al-Ankabut: 69). Dia juga berfirman:"Mereka yang mendengar suatu perkataan lalu mengikuti yang terbaik diantamnya, maka mereka adalah orang-orang yang diberi hidayat oleh Allah dan mereka adalah orang-orang yang berfikir. "(QS.Al-Zumar:18)
Dengan keputusan dan niat yang jujur ini aku kemudian berjanji pada diriku dan kepada teman-teman Syi'ahku di Iraq untuk memulai penelitianku. Aku sangat terharu ketika berpisah dengan mereka. Aku telah sangat mencintai mereka dan mereka juga mencintaiku. Aku telah tinggalkan teman-teman yang mukhlis dan mulia, yang telah mengorbankan waktu mereka karenaku dan tiada menyimpan sebarang maksud. Tujuan mereka semata-mata ingin memperoleh keredhaan Allah SWT. Dalam sebuah hadis disebutkan: "Satu orang yang mendapatkan hidayah Allah ditanganmu adalah lebih baik bagimu dari apa yang diterbitkan oleh matahari. "Aku meninggalkan Iraq setelah dua puluh hari berada disekitar makam para imam Syi'ah. Semua berlalu seperti mimpi indah yang teramat sukar untuk dilepaskan. Kutinggalkan Iraq dengan perasaan sedih lantaran waktunya yang sangat singkat; dan karena perpisahan yang mesti dengan orang-orang yang sangat baik hati dan berpaut cinta kepada AhlulBait Nabi SAWW. Aku pergi menuju Hijaz ingin berkunjung ke Baitullah al-Haram dan makam Sayyidil Awwalin Wal Akhirin Shallallahu Alaih iWa Alihiat- Thayyibinat -Thahirin.
Berangkat Ke Hijaz

Aku tiba di Jeddah. Disana aku berjumpa dengan temanku Bashir yang hangat menyambut kedatanganku. Dibawanya aku kerumahnya dan dihormatinya aku dengan penuh mesra. Dia luangkan waktunya untuk menemaniku pergi bersiar dan ziarah dengan mobilnya. Kami pergi umrah bersama-sama dan kami lalui waktu-waktu kami dengan amal ibadah dan ketakwaan. Aku mohon maaf Karena terlambat sampai lantaran perjalanan ke Irak sebelum ini.
Kuceritakan kepadanya temuan baruku. Dia bersikap terbuka dan ingin tahu. Katanya: "Aku memang pernah mendengar bahwa mereka mempunyai banyak ulama yang agung dan bersandar pada dalil-dalil yang kuat. Tetapi diantara mereka banyak juga golongan yang sesat. Pada setiap musim haji mereka menciptakan berbagai kemusykilan pada kami. "Kutanya kemusykilan seperti apa? "Seperti, shalat disekitar kuburan, masuk kepekuburan Baqi' beramai-ramai, menangis disana dan membawa potongan batu untuk sujud. Jika mereka pergi kekuburan Sayyidina Hamzah di Uhud, mereka akan mengadakan acara takziah, memukul-mukul dada dan menangis kuat seakan-akan Hamzah baru saja meninggal hari itu. Karena itulah kenapa kerajaan Saudi melarang mereka masuk ke makam-makam ziarah. "Aku hanya tersenyum. Kukatakan padanya apakah dengan ini berarti mereka dihukumkan telah keluar dari Islam? "Ya, adalagi yang lainnya. "Jawabnya. "Mereka datang ziarah ke kuburan Nabi, tetapi dalam waktu yang sama mereka berdiri di depan kuburan Abu Bakar dan Umar, kemudian mencaci dan melaknat mereka. Sebagian mereka bahkan ada yang melempari kuburan Abu Bakar dan Umar dengan benda-benda najis dan kotoran. "Kata-kata ini mengingatkanku pada cerita ayahku saat beliau baru pulang dari Haji. Katanya, orang-orang Syi'ah melemparkan najis kekuburan Nabi. Ayahku memang tidak pernah menyaksikannya sendiri. Katanya dia hanya melihat unit keamanan Saudi memukul sebagian jemaah haji dengan tongkat. Ketika diprotesnya, mereka menjawab bahwa yang dipukul itu bukan orang-orang Islam. Mereka adalah orang-orang Syi'ah, yang datang membawa benda-benda najis untuk dilemparkan ke pusara Nabi SAWW. Ayahku kemudian berkata: "Seketika itu juga kami laknat mereka dan meludahi muka mereka. " Sekarang ini kudengar dari temanku seorang Saudi asal Madinah bahwa orang-orang Syi'ah itu berziarah kekuburan Nabi, tapi melemparkan benda-benda najis ke pusara Abu Bakar dan Umar. Aku meragukan kebenaran dua cerita ini. Karena kulihat sendiri ruang kuburan Nabi dan kuburan Abu Bakar dan Umar semuanya tertutup. Siapapun tidak akan dapat mendekat untuk memegang dan mengusap dari pintu atau jendelanya. Apalagi ingin melemparkan sesuatu ke dalamnya. Disamping tidak ada celah-celah, iadi jaga sangat ketat oleh polisi-polisi yang kasar yang silih berganti berdiri dihadapan setiap pintu. Mereka memegang cambuk dan memukul setiap orang yang mendekat atau yang berusaha melihat ruang dalam. Kebanyakan polisi adalah orang-orang Saudi sendiri. Mereka mengkafirkan Syi'ah agar punya alasan untuk memukul mereka; dan supaya kaum muslimin tergugah untuk memerangi mereka atau paling tidak akan diam atas penghinaan terhadap mereka. Kelak nanti kalau pulang ke negeri masing-masing, mereka akan mengatakan bahwa Syi'ah adalah mazhab yang membenci Rasulullah SAWW dan melemparkan benda-benda najis kekuburannya. Dengan demikian maka mereka telah dapat melempar dua burung dengan satu batu! Hal ini serupa dengan cerita seorang alim yang kupercaya. Katanya: "Ketika kami sedang tawaf di Baitullah, tiba-tiba seorang anak muda termuntah akibat perutnya yang mual dan desakan orang ramai. Polisi-polisi yang menjaga Hajarul Aswad kemudian datang dan memukulnya. Ditariknya anak muda ini dengan cara yang sangat memilukan. Kemudian ia dituduh sengaja datang ke Ka'bah dengan membawa benda najis untuk mengotorinya. Setelah "dibuktikan" maka anak muda ini dihukum mati pada hari itu juga.
Drama-rama seperti itu mulai mengusik benakku. Aku sejenak merenungkan kata-kata temanku Saudi ini yang mengkafirkan Syi'ah. Sebabnya tiada lain karena orang-orang Syi'ah itu menangis, memukul-mukul dada, sujud diatas tanah dan shalat disekitar kuburan. Aku bertanya-tanya apakah ini dalilnya untuk mengkafirkan orang yang bersaksi Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Hamba-Nya dan Utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan, pergi haji ke Baitullah al-Haram dan melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar? Aku tidak ingin membantah dan berselisih dengannya. Aku hanya berkata: "Semoga Allah membimbing kita dan mereka ke jalan yang lurus; dan semoga laknat Allah ditimpakan kepada musuh-musuh agama yang telah menipu-daya Islam dan kaum muslimin. "Setiap kali aku bertawaf ketika umrah dan ketika ziarah ke Makkah al-Mukarramah, yang ada hanya segelintir manusia saja. Aku shalat dan memohon kepada Allah dengan segala jiwa ragaku agar dibukanya hatiku dan dibimbingnya aku ke jalan yang benar.
Aku berdiri dibelakang makam Ibrahim a.s. Aku baca ayat berikut: "Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orangtuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. Dan (begitupula) dalam (AlQuran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik Penolong" (QS.Al-Haj:78). Lalu aku mulai bermunajat dengan Sayyidina Ibrahim atau bapak kita seperti yang disebut oleh AlQuran. "Wahai bapak kami. Duhai yang menamakan kami sebagai Muslimin. Lihatlah anak-anakmu yang telah berselisih setelah ketiadaanmu. Mereka telah menjadi Yahudi, Nasrani dan Muslimin. Dan Yahudi telah berpecah kepada tujuh puluh satu golongan; Nasrani telah berpecah kepada tujuh puluh dua golongan, dan kaum muslimin telah berpecah juga kepada tujuh puluh tiga golongan. Semua mereka tersesat seperti yang diberitakan oleh puteramu Muhammad dan satu golongan saja yang masih setia dijalanmu.
"Apakah ini telah jadi sunnah Allah seperti yang dikatakan oleh Qadariah, sehingga Dia telah tetapkan kepada semua manusia untuk menjadi Yahudi, Nasrani, Muslim, atheis atau musyrik? Ataukah lantaran cinta kepada dunia dan menjauh dari ajaran-ajaran Allah? Mereka telah lupa kepada Allah lalu Allah melupakan diri mereka. Akalku tidak berdaya mempercayai yang qadha dan qadar itu menentukan nasib manusia. Aku condong bahkan hampir pasti mengatakan bahwa Allah SWT setelah menciptakan kami, Dia juga membimbing kami dan menunjukkan kami mana yang baik dan mana yang buruk. Diutus-Nya kepada kami para Rasul-Nya untuk menjelaskan apa yang kami tidak tahu dan mengajarkan mana yang hak dari yang batil. Tetapi manusia telah ditipu oleh dunia dan hiasannya. Karena sikap ego, sombong, jahil, angkuh, zalim dan melewati batas maka mereka kemudian berpaling dari kebenaran dan ikut jejak setan. Mereka telah lari dari ar-Rahman dan masuk ke jalan yang lain. AlQuran telah mengungkapkan ini dengan ungkapan yang sangat baik dan ringkas, "Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menzalimi manusia, tetapi manusia itu sendiri yang menzalimi diri mereka."(QS.Yunus:44) Duhai ayah kami Ibrahim. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah cela karena mengingkari kebenaran setelah datangnya bukti-bukti yang jelas dengan sikap mereka yang angkuh itu. Lihatlah pula ummat ini yang telah diselamatkan oleh Allah dengan datangnya puteramu Muhammad, dan telah dikeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan telah dijadikan mereka sebagai ummat yang terbaik yang pernah diciptakan untuk manusia. Lihatlah mereka juga bertengkar dan berpecah, bahkan saling mengkafirkan. Rasulullah telah memperingatkan mereka dan membatasi mereka dengan sabdanya: "Seorang muslim tidak diperkenankan meninggalkan saudara muslimnya yang lain lebih dari tiga hari. "Kenapa ummat ini berpecah dan terbagi menjadi negara-negara kecil yang saling bermusuhan, berperang dan saling mengkafirkan? Bahkan mereka saling tidak mengenal sehingga mereka berpisah sepanjang hidupnya. Apa yang telah terjadi pada ummat padahal sebelum ini mereka adalah sebaik-baik ummat?
Dahulu mereka telah kuasai barat dan timur dan menghantarkan ummat manusia pada kebenaran ilmu pengetahuan, kesadaran dan peradaban. Tetapi kini mereka telah menjadi ummat yang hina dan tidak penting. Tanah-tanah mereka dirampas. Rakyat mereka diusir. Masjid al-Aqsha mereka diduduki oleh segelintir orang-orang Zionis tanpa mereka sanggup membebaskannya. Kalaulah Engkau mengunjungi negara-negara mereka,maka yang kau lihat hanyalah kemiskinan, kelaparan, ketandusan, penyakit-penyakit yang berbahaya, moral-moral yang rusak, keterbelakangan pemikiran dan teknologi, penindasan dan kekotoran. Cukup Engkau bandingkan antara toilet-toilet umum Eropa dengan toilet-toilet umum di negara-negara kami. Ketika seorang musafir masuk ke toilet di Negara Eropa mereka akan melihatnya bersih dan tidak berbau. Sementara jika ia pergi ke negara-negara Islam ia akan melihatnya kotor dan berbau. Padahal agama Islam kita mengajarkan bahwa "kebersihan adalah sebagian dari iman dan kekotoran adalah bagian dari setan. "Apakah iman telah berhijrah ke Eropa sementara setan hijrah kemari? Kenapa kaum muslimin takut menampakkan akidah mereka hatta dinegara sendiri, dan tidak berani hatta sekadar menunjukkan wajah? Mereka takut memelihara janggut mereka atau memakai pakaian Islam. Sementara orang-orang fasik secara terang-terangan meminum arak, berzina dan memperkosa kehormatan Islam, tanpa seorang muslim mampu menolak mereka apalagi menyuruh yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Aku dengar disebagian Negara Islam seperti Mesir dan Maroko, seorang ayah menjual anak-anak perempuannya melacur semata-mata karena kemiskinan yang sudah sangat mencekik. Wala Haula Wala Quwwatallla Billahal-A'lial-A'zim. YaIlahi. Kenapa Kau menjauh dari umat ini dan meninggalkannya jatuh kedalam kegelapan. Tidak...tidak. Aku mohon ampunanMu ya Ilahi dan mohon taubat dariMu. Merekalah yang menjauh dari-Mu dan memilih jalan setan. Maha Agung Hikmah-Mu dan Maha Tinggi Kekuasaan-Mu. Kau telah berfirman: "Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (AlQuran) Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya."(QS.Az-Zukhruf:36) Kau juga berfirman: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh maka kamu berbalik kebelakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan member balasan kepada orang-orang yang bersyukur."(QS.Ali Imran: 144)Tidak syak lagi bahwa kemunduran, keterbelakangan, kehinaan dan kemiskinan adalah bukti jelasakan jauhnya mereka dari jalan yang lurus. Dan tidak syak lagi bahwa kelompok yang sedikit atau kelompok yang satu dari tujuh puluh tiga kelompok yang ada tidak akan dapat mempengaruhi perjalanan ummat ini secara keseluruhan. Rasulullah SAWW telah bersabda:"Hendaklah kalian perintahkan yang ma'ruf dan cegah yang munkar, atau Allah akan tempatkan orang-orang yang paling jahat menguasai kalian. Saat itu apabila orang-orang yang terbaik diantara kalian berdoa, kelak Dia tidak kabulkan permohonan-nya. Ya Tuhan kami. Kami telah beriman dengan apa yang Kau turunkan dan kami telah mengikuti Rasul-Mu. Maka golongkanlah kami bersama orang-orang yang bersaksi.
Ya Tuhan kami. Jangan Kau palingkan hati-hati kami setelah Kau berikan kami hidayah. Karuni akan kepada kami dari sisi-Mu rahmat. Sesungguhnya Kau Maha Pemberi. Ya Tuhan kami. Kami telah aniaya diri kami, apabila Kau tidak ampuni kami dan mengasihi kami niscaya kami akan menjadi orang-orang yang rugi. Aku berangkat ke Madinah al-Munawwarah sambil membawa sepucuk surat dari temanku Basyir kepada salah seorang kerabatnya disana. Maksudnya agar aku dapat tinggal dirumahnya saja. Dan Basyir juga telah memberitahunya melalui telepon. Sesampainya disana aku disambut dengan hangat dan diajak tinggal dirumahnya. Segera setelah itu aku pergi ziarah ke kuburan Rasulullah SAWW. Sebelum pergi aku mandi dan mengenakan pakaianku yang paling baik dan paling bersih. Tak lupa aku juga pakai wewangian yang harum semerbak. Waktu itu para pengunjung tidak seramai di musim haji. Karena itu aku dapat berdiri dihadapan kuburan Nabi SAWW dan kuburan Abu Bakar dan Umar. Pada musim haji yang lalu, aku tidak bisa berdiri karena sesaknya pengunjung yang datang ziarah. Kemudian secara iseng aku coba ingin menyentuh salah satu dari pintu kuburan Nabi untuk tabarruk (mengambil berkat). Tiba-tiba seorang penjaga yang berdiri disitu menghentakku. Disetiap pintu ada seorang penjaga yang berdiri. Ketika aku berdiri lama untuk berdoa dan menyampaikan salam temanku, para penjaga disitu menyuruhku pergi. Aku coba meyakinkannya, tapi tidak berhasil. Aku kembali ke taman Raudhah. Disana aku membaca ayat-ayat AlQuran dengan bacaan yang terbaik. Kuulangi berkali-kali karena kubayangkan seakan Nabi sedang mendengar bacaanku. Kukatakan kepada diriku apakah mungkin Nabi mati seperti orang-orang lain yang mati. Lalu kenapa kita baca salamkepadanya diwaktu-waktu shalat kita, "Assalamu Alaika Ayyuhan Nabiyyu Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh". Apabila kaum muslimin percaya bahwa Sayyidina Khidhiras tidak mati dan menyahut salam setiap orang yang mengucapkan padanya; bahkan apabila syaikh-syaikh tarekat sufi percaya bahwa syaikh mereka seperti Ahmad Tijani atau Abdul Qadir Jailani dapat datang kepada mereka secaranya taat au dalam tidur, lalu kenapa kita meragukan yang Rasulullah SAWW mempunyai keramat seumpama itu. Pada hal baginda Nabi adalah mahkluk Allah yang paling utama.
Sebenarnya kaum muslimin tidak meragukan kemampuan Rasulullah seperti ini kecuali kelompok Wahhabiah yang mulai tidak kusukai itu. Sebab lain, karena mereka juga bersikap kasar terhadap sesame orang-orang mukmin yang tidak seakidah dengan mereka.
Suatu hari aku berziarah ke Taman Baqi'. Aku berdiri disana membaca Fatihah untuk arwah AhlulBait. Didekatku ada seorang tua yang sedang menangis. Dari tangisnya aku tahu bahwa dia adalah seorang Syi'ah. Kemudian dia menghadap kiblat dan shalat. Tiba-tiba secepat kilat seorang polisi datang menghampirinya. Polisi ini telah memperhatikan gerak-gerik orangtua ini dari tadi. Ketika orangtua ini sujud, dia ditendang dengan keras sekali hingga jatuh tersungkur. Dia pingsan taksadarkan diri beberapa saat. Kemudian si polisi ini memukulnya lagi dan mencaci-maki dengan kata-kata yang keji. Hatiku terharu melihat nasib orangtua ini, khawatir ia akan mati karena derita yang kejam itu. Kukatakan pada polisi ini, "Wahai Fulan, haram bagimu memperlakukan orangtua seperti ini. Kenapa kau pukul dia padahal dia sedang shalat? "Dia menghentakku sambil berkata: "Diam kau dan jangan ikut campur! Biar tidak kuperlakukan seperti itu! "Ketika kulihat wajahnya yang merah karena marah padaku, aku pergi menghindarinya dengan hati yang sangat kesal lantaran tak dapat menolong orang yang dizalimiini. Aku juga sangat kesal kenapa orang-orang Saudi yang ada disekitar tidak berani mencegahnya. Sebagian peziarah lain juga menyaksikan kejadian itu. Ada yang berkata La Haula Wala Quwwatallla Billahial-A'lial-A'zim sebagai tanda kesal. Tapi ada juga yang mendukung perlakuan seperti itu karena konon dia shalat disekitar kuburan; dan ini hukumnya haram. Aku tidak dapat menahan diriku melihat sikap orang ini. Kukatakan padanya, siapa yang berkata bahwa shalat disekitar kuburan adalah haram? "Rasulullah yang melarangnya" jawabnya. "Kalian berdusta atas nama Rasulullah. "Kataku tanpa sadar. Karena khawatir orang-orang yang ada disekitar akan menangkapku atau akan memanggil si polisi itu, lalu aku diperlakukan seperti orangtua itu, akhirnya aku berkata dengan lemah lembut: "Jika memang Nabi SAWW melarang ini, kenapa jutaan jemaah haji dan peziarah tidak melaksanakannya dan terus melakukan perbuatan yang haram. Mereka shalat disekitar kuburan Nabi dan kuburan Abu Bakar dan Umar ketika berada di Masjid Nabawi; atau ketika berada di berbagai masjid kaum muslimin yang lain dibelahan dunia ini. Katakanlah bahwa shalat disekitar kubur adalah haram, tapi apakah dengan cara kasar seperti ini kita lalu melarangnya atau dengan cara halus dan lemah lembut? "Izinkan aku menceritakan kisah seorang Badwi yang kencing di masjid Nabi dihadapan baginda Nabi dan sahabat-sahabatnya tanpa segan silu. Ketika sebagian sahabat berdiri menghunuskan pedang untuk membunuhnya, Nabi melarang mereka. Katanya: "Biarkan dia, dan jangan perlakukan dia dengan kasar. Siramkan setimba air pada air kencingnya, karena kalian dibangkitkan untuk mempermudah bukan untuk mempersulit; untuk membawa berita gembira bukan untuk menimbulkan rasa enggan. "Semua sahabat mematuhi perintahnya. Kemudian Rasulullah memanggil si Badwi ini dan didudukkannya disisinya. Disambutnya dengan mesra dan dikatakan kepadanya dengan lemah lembut bahwa tempat ini adalah Rumah Allah dan tidak boleh dinajisi. Akhirnya si Badwi ini masuk Islam.Pada hari-hari berikutnya, dia datang ke masjid dengan pakaiannya yang paling suci. Benarlah firman Allah kepada Rasul-Nya: "Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. "(QS.Ali Imran:159)
Mendengar ini sebagian yang hadir merasa terkesima. Salah seorang dari mereka mengajakku ke sebuah sudut dan bertanya siapa aku. "Dari Tunisia", jawabku. Disalaminya aku, kemudian dia berkata: "Ya akhi, demi Allah, jagalah dirimu dan jangan kau berkata-kata seperti itu lagi disini. Aku menasihatimu hanya karena Allah semata-mata. "Sejak itu bertambahlah kebencianku pada mereka yang mengaku sebagai Khadimul Haramain, karena perlakuan mereka yang kasar terhadap tamu-tamu Allah. Disana tidak ada orang yang berani mengeluarkan pendapatnya atau meriwayatkan hadis-hadis yang tidak sejalan dengan cara mereka, atau mempercayai sesuatu yang tidak sama dengan kepercayaan mereka. Aku kembali ke rumah temanku yang masih belum kukenal namanya. Dia hidangkan untukku makan malam. Kami duduk bersama saling menyapa. Sebelum makan, ditanyanya kemana aku pergi hari ini. Kuceritakan padanya apa yang kusaksikan dari awal hingga akhir. Kukatakan juga padanya: "Ya akhi, terus terang kukatakan kepadamu bahwa aku mulai merasa muak dengan Wahhabiah, dan mulai condong kepada Syi'ah. "Tiba-tiba saja mukanya berubah. Katanya kepadaku: "Jangan kauucapkan kata-kata serupa itu sekali lagi! "Ditinggalkannya aku sendirian dan tidak kembali sampai aku tertidur. Pagi berikutnya aku bangun setelah mendengar suara azan Masjid Nabawi. Kulihat makanan malam tadi masih berada ditempatnya. Aku sadar bahwa dia tidak kembali malam tadi. Aku merasa khawatir kalau-kalau dia adalah seorang agen intel. Aku segera berdiri dan bergegas meninggalkan rumah. Sepanjang hari itu aku berada di masjid saja, berziarah dan shalat. Aku hanya keluar untuk wudhu' atau buang hajat.
Usai shalat Asar aku duduk mendengarkan ceramah yang sedang diberikan pada sekumpulan jemaah sekitar. Melalui orang yang hadir akhirnya aku tahu bahwa penceramah adalah seorang Qadhi atau pemuka kota Madinah. Aku mendengarkan kuliah tafsir AlQuran yang diajarnya. Usai kuliah, aku menghadapnya dan mengajukan beberapa pertanyaan. Kataku, "Tuan, dapatkah Anda memberikan penjelasan kepadaku maksud ayat 'Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai AhlulBait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya'(Al-Ahzab:33). Siapa AhlulBait yang dimaksudkan dalam ayat ini? "Mereka adalah isteri-isteri Nabi. Sebab ayat ini bermula dengan menyebut mereka,'Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain...'"Jawabnya. Kukatakan padanya bahwa "Ulama-ulama Syi'ah berkata bahwa ayat ini adalah khusus untuk Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Aku juga telah kritik mereka dan kukatakan bahwa permulaan ayat tersebut adalah kata-kata "Hai isteri-isteri Nabi... "Mereka menjawab: "Ketika ayat tersebut berkata kepada isteri-isteri Nabi, dhomir(kata ganti) yang digunakan semuanya Nun Niswah(menunjuk perempuan). Firman Allah, "Lastunnainittaqoitunna", "Fala Takhdho'na", "WaQulna", "WaQirnafibuyutikunna", "Wala Tabarrajna", "Wa Aqimnas Sholah Wa AtinazZakah", "Wa Athi'nallaha Wa Rasulahu". Ketika bagian ayat itu khusus kepada AhlulBait, maka dhomirayat itu pun berubah (menunjuk lelaki). Firman-Nya "Li YuzhibaA'nkum", "Wa Yutohhirakum".
Sambil mengangkat cermin matanya, dia pandang wajahku dan berkata:"Hati-hati dari jenis pemikiran yang bahaya seperti ini. Orang-orang Syi'ah mentakwilkan Kalam Allah mengikut hawa nafsu mereka. Mereka juga mempunyai berbagai ayat yang berkenaan dengan Ali dan anak-anaknya yang tidak kita ketahui. Mereka mempunyai AlQuran tersendiri yang diberi nama dengan Mushaf Fatimah. Kuingatkan engkau jangan sampai tertipu." "Jangan khawatir wahai Tuan! "kataku padanya. "Aku senantiasa waspada dan banyak tahu tentang mereka. Aku hanya ingin mengkaji." "Anda berasal darimana? "Tanyanya kepadaku. "Dari Tunisia". "Siapa nama Anda?""At-Tijani". Dia tertawa lebar. "Anda tahu siapa itu Ahmad Tijani?". Tanyanya. "Syaikh Tarekat."Jawabku. "Dia adalah boneka Perancis. Perancis dapat bertapak di Algeria dan Tunisia karena bantuannya. Jika kau pergi ke Paris, pergilah ke Perpustakaan Nasional dan baca Kamus Perancis pada bab"A". Disana kau akan temukan bahwa Perancis telah memberinya medali kehormatan karena baktinya yang sangat besar kepada mereka. "Jiwaku terasa tersentak mendengar kata-katanya itu. Kemudian kuucapkan rasa terimakasih dan kamipun berpisah.
Aku berada di Madinah selama seminggu. Disana aku telah dapat tunaikan sebanyak empat puluh shalat(wajib). Aku juga mengunjungi tempat-tempat ziarah. Selama disana aku mengamati berbagai hal yang menarik perhatianku. Tapi perasaanku terhadap Wahhabiah semakin hari semakin kecewa. Aku berangkat dari Madinah ke Jordan. Disana aku berjumpa dengan teman-teman yang kukenal pada waktu musim haji yang lalu, seperti yang kusebutkan diatas.
Selama tiga hari aku berada disana. Kulihat rasa benci mereka pada Syi'ah lebih banyak dari yang kusaksikan di Tunisia. Cerita dan alasannya satu. Setiap kali kutanya apa dalilnya, mereka berkata bahwa mereka juga telah mendengarnya dari orang lain. Tidak satupun dari orang yang kutanya pernah suatu saat berdiskusi dengan orang Syi'ah sendiri; atau membaca kitab Syi'ah bahkan bertemu dengan mereka. Dari sana aku pergi ke Syria. Aku berkunjung ke Jami 'Umawiyyah di Damaskus. Disebelahnya ada makam yang dinisbahkan kepada kepala Sayyidina Husain. Aku juga sempat berkunjung ke pusara Salahuddin al-Ayyubi dan Sayyidah Zainab. Dari Beirut aku pergi ke Tripoli. Perjalanan laut memakan waktu selama empat hari. Disaat itulah aku benar-benar bisa istirahat. Kuulangi rekaman perjalananku yang hampir habis. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa aku condong dan menaruh rasa hormat pada Syi'ah. Dan sebaliknya merasa benci dan muak pada Wahhabiah yang telah kukenal liku-likunya. Aku memuji Allah atas karunia yang diberikan-Nya padaku sambil berdoa kepada-Nya agar ditunjukkan jalan yang benar.
Aku kembali ke tanah air dengan penuh kerinduan kepada keluarga dan teman-temanku. Semuanya kudapati dalam keadaan baik. Ketika tiba dirumah, aku dikejutkan dengan banyak bungkusan buku yang telah sampai sebelumku. Aku tahu siapa pengirimnya. Ketika kubuka buku-buku yang memenuhi ruangan rumah, hatiku semakin cinta dan menghargai mereka yang tidak mengingkari janjinya itu. Kulihat buku-buku yang dikirim lebih banyak dari yang dihadiahkannya padaku waktu itu.

Mulanya Suatu Kajian

AKU sangat gembira. Kususun buku-buku itu diruangan khusus yang kunamakan perpustakaan. Beberapa hari aku istirahat. Daftar kerja untuk awal tahun pelajaran baru telah kuterima. Tugasku mengajar tiga hari berturut-turut dan selebihnya aku bebas. Aku mulai membaca buku-buku itu. Kubaca buku Aqaidal-Imamiah (Aqidah Syi'ah Imamiyah), dan Ashlus Syi'ah Wa Ushuluha. Hatiku tenang melihat akidah dan pemikiran-pemikiran yang dimiliki oleh Syi'ah. Kemudian kubaca kitab al-Muraja'at (Dialog Sunnah Syi'ah) oleh Sayed Syarafuddinal-Musawi. Setelah beberapa lembar kubaca, isinya sangat memikat sehingga tidak kutinggalkan kecuali betul-betul terdesak. Kadang-kadang kubawa kitab itu ke sekolah. Kitab itu sangat menarik perhatianku lantaran sikap ketegasan orang alim Syi'ah itu dan kemampuannya didalam menjawab setiap persoalan yang diajukan oleh seorang alim Sunni Syaikh al-Azhar. Kitab itu sangat mengenai jiwaku karena ia berbeda dengan kitab-kitab lain. Biasanya penulis sebuah buku akan menulis apa saja yang ia kehendaki tanpa ada orang yang menyangkal atau mengkritiknya. Tetapi kitab ini adalah dialog antara dua alim dari dua mazhab yang berbeda. Masing-masing membahas secara rinci setiap apa yang mereka permasalahkan, kecil atau besar, dengan berpegangan kepada dua asas semua kaum muslimin, yakni AlQuran dan Sunnah shahih yang disepakati. Buku itu benar-benar sangat memadai dalam memberikan curahan ilmu kepadaku sebagai seorang yang tengah mencari suatu kebenaran. Itulah kenapa buku itu sangat berguna sekali bagiku dan punya jasa besar yang tak terhingga kepadaku. Aku sangat heran ketika si penulis berbicara tentang ketidak-patuhan sebagian sahabat terhadap perintah-perintah Rasul SAWW. Disebutkan disitu berbagai contoh, antara lain Tragedi Hari Kamis. Tidak terbayangkan betapa Sayyidina Umar bin Khattab memprotes perintah Nabi dan mengatakan bahwa Nabi meracau. Mula-mula terpikir olehku bahwa riwayat itu mesti dari kitab-kitab Syi'ah. Lebih mengherankan lagi ketika kulihat bahwa orang alim Syi'ah ini meriwayatkannya dari kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Kukatakan kepada diriku bahwa jika memang kujumpai ini didalam Shahih Bukhari maka ia akan menjadi sebuah masalah besar bagiku. Aku berangkat ke ibukota. Disana aku membeli kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Shahih Turmuzi, Muwaththa' Imam Malik dan kitab-kitab lain yang terkenal. Belum sempat sampai ke rumah, sepanjang jalan ke Qafsah dengan bis umum, aku buka lembaran-lembaran Kitab Bukhari. Kucari riwayat Tragedi HariKamis, dengan harapan aku tidak akan menjumpainya disana. Diluar dugaan kudapati ada disana dan kubaca berulang kali. Teksnya sama dengan apa yang ditulis oleh Sayed Syarafuddin. Aku berusaha untuk tidak mempercayai bahwa semua tragedy ini benar-benar terjadi. Karena rasanya tidak mungkin Sayyidina Umar melakukan perbuatan yang sangat "bahaya" ini terhadap Nabi SAWW. Tetapi bagaimana aku akan mendustakan riwayat yang ada didalam kitab shahih kami sendiri, yakni kitab shahihnya AhluSunnah Wal Jamaah. Bukankah kita telah mewajibkan diri kita untuk mempercayai bahwa kitab itu adalah kitab shahih. Meragukan atau mendustakan, hatta sebagian darinya, berakibat bahwa kita telah mengabaikannya? Mengingat akibatnya kita akan mengabaikan seluruh kepercayaan kita. Seandainya orang alim Syi'ah itu menukilnya dari kitab mereka maka aku tidak akan mempercayainya sama sekali. Tetapi ketika beliau nukil dari kitab shahih AhluSunnah sendiri yang tak ada jalan untuk mencelanya, sementara kita juga mengatakan bahwa hal itu adalah kitab yang paling shahih setelah AlQuran, maka perkara tersebut menjadi lain dan menyiratkan suatu kemestian. Kalau tidak, maka hal itu akan bermakna bahwa kita telah meragukan terhadap kesahihan kitab ini. Hal itu bermakna bahwa kita tidak mempunyai sebarang pegangan didalam melihat hukum-hukum Allah SWT. Mengingat hukum-hukum yang ada didalam Kitab Allah datang secara umum dan tidak terinci. Dan karena jarak kita dengan zaman Risalah begitu jauh, maka kita telah mewarisi hukum-hukum agama kita melalui leluhur kita dengan perantara kitab shahih seperti ini. Dengan demikian maka kita tidak boleh mengabaikan kitab-kitab seperti ini sama sekali.
Aku berjanji kepada diriku ketika mula mengkaji masalah yang panjang dan rumit ini untuk semata-mata berpegang kepada hadis yang shahih yang disepakati oleh Sunnah dan Syi'ah. Aku akan mengabaikan setiap hadis yang hanya dipegang oleh satu mazhab saja dan ditolak oleh yang lain. Dengan cara yang adil seperti ini, aku akan dapat menjauhi diriku dari segala jenis pengaruh-pengaruh emosional, sikap fanatic (ta'ashshub) mazhab atau perselisihan kaum dan bangsa. Dalam waktu yang sama aku akan memotong jalan keragu-raguan untuk dapat sampai kepuncak keyakinan, yakni jalan Allah yang lurus.


Sahabat Dalam Pandangan Sunnah dan Syi'ah

DIANTARA tema penting yang kuanggap sebagai pokok dari setiap permasalahan yang bisa menghantar pada suatu kebenaran adalah masalah kehidupan para sahabat, sikap mereka dan prinsip-prinsip mereka. Mengingat mereka adalah tiang segala sesuatu. Dari mereka kita mengambil ajaran agama kita. Dan dari mereka juga kita memperoleh sinar untuk mengetahui hukum-hukum Allah SWT. Dahulu para ulama telah meneliti kehidupan mereka secara rinci. Buah karya mereka antara lain Usudal-Ghabah Fi Tamyizas-Shahabah, Kitab al-Ishobah Fi Ma'rifahas-Shahabah, Kitab Mizanal-I'tidal dan lain sebagainya. Semua berbicara disekitar biografi para sahabat secara teliti dan kritis. Dan semua juga dari sudut pandang AhluSunnah Wal Jamaah.
Ada beberapa keberatan lahir disekitar masalah yang sangat penting ini. Mayoritas ulama yang membukukan fakta-fakta sejarah tidak sedikit yang ikut rentak para penguasa, baik Bani Umaiyah atau Bani Abbasiah. Sementara sikap permusuhan mereka terhadap AhlulBait Nabi dan bahkan terhadap orang-orang yang mengikuti mereka adalah rahasia umum yang diketahui oleh semua. Karena itu akan tidak adil apabila kita hanya mengambil pendapat mereka saja dan mengabaikan pendapat para ulama lain yang mengalami kondisi berbeda. Para ulama ini karena dikenal sebagai pengikut AhlulBait Nabi dan tidak sejalan dengan kehendak para penguasa, maka mereka sering dikejar-kejar, ditekan dan diburu. Kemusykilan berikutnya berasal dari kalangan sahabat sendiri. Mereka telah berselisih ketika Nabi SAWW ingin menuliskan kepada mereka sebuah wasiat yang akan menjamin mereka dari kesesatan sampai akhir zaman. Perselisihan mereka telah mengakibatkan ummat Islam tidak memperoleh karunia ilahi. Bahkan telah menghantar mereka pada kesesatan dimana mereka terpecah akibat perselisihan itu dan menjadi suatu ummat yang lemah. Sebelumnya mereka juga telah berselisih dalam masalah khilafah atau kepemimpinan, hingga mereka terbagi pada pendukung partai yang memerintah dan pendukung partai oposan. Akibatnya ummat ini terkorban dan terciptalah kelompok pengikut Ali yang bernama Syi'ah dan kelompok pengikut Muawiyyah. Mereka juga pernah berselisih dalam menafsirkan Kitab Allah dan hadis-hadis Nabi SAWW. Akibatnya terciptalah berbagai mazhab, golongan, kelompok dan aliran. Dari sana kemudian tumbuh pula berbagai aliran Ilmu Kalam dan aliran-aliran pemikiran yang beragam. Juga muncul berbagai aliran filsafat yang bermotifkan kepentingan politik melulu serta berkaitan rapat dengan cita-cita kekuasaan.
Seandainya bukan karena sahabat maka kaum muslimin tidak akan terpecah dan berselisih seperti ini. Setiap perselisihan yang ada pasti berakar dari mereka. Semua percaya bahwa Tuhannya Satu, AlQurannya satu, Rasulnya satu dan kiblatnya juga satu. Tiada siapa yang menginkarinya. Perselisihan dan pertikaian antara sahabat bermula sejak hari pertama setelah wafatnya Rasul SAWW di Saqifah Bani Sai'dah. Dan akibatnya sampai hari ini dan sampai suatu hari yang dikehendaki Allah akan terus berkelanjutan. Dari serangkaian diskusiku dengan sejumlah ulama Syi'ah, mereka berpendapat bahwa para sahabat terbagi pada tiga golongan. Pertama, golongan sahabat yang baik yang telah mengenal Allah dan Rasul-Nya dengan pengetahuan yang sempurna. Mereka pernah membaiat Rasul dan bersedia berkorban untuknya; menemaninya dengan jujur dalam ucapan dan bersikap penuh ikhlas dalam tindakan. Mereka tidak berpaling dari jalan Rasul sepeninggalnya, bahkan tetap setia dengan janji-janjinya. Mereka telah memperoleh pujian dari Allah dalam sejumlah ayat-ayatnya. Rasul juga telah memujinya didalam berbagai tempat. Mereka disebut oleh orang orang Syi'ah dengan penuh hormat dan takzim. Apabila nama mereka disebut, maka ia disebut dengan mengucapkan kalimat Radhiallah A'nhum. Kedua, kelompok sahabat yang memeluk Islam dan ikut Rasulullah karena suatu tujuan: menginginkan sesuatu atau takut pada sesuatu. Mereka meminta jasa dari Rasul atas keislaman mereka. Kadang-kadang mereka mengganggunya dan tidak patuh pada perintah atau larangannya. Bahkan mengutamakan pendapat sendiri dihadapan nas-nas yang jelas, sehingga Allah turunkan untuk mereka ayat yang mencela atau kadang-kadang yang mengancam mereka. Dalam berbagai ayat Allah telah mempermalukan mereka; dan Rasul juga telah memperingatkan mereka dalam berbagai sabdanya. Kepada sahabat sejenis ini orang-orang Syi'ah memang tidak menghormati mereka apalagi mengkultuskan. Ketiga,kelompok munafik yang "menemani" Rasul karena ingin memperdayakannya. Mereka menampakkan diri sebagai Muslim sementara hati mereka menyimpan kekufuran. Mereka mendekat kepada Islam agar dapat memperdayakan kaum muslimin. Allah telah turunkan kepada mereka satu surah penuh. Disebutnya mereka dalam berbagai tempat dan diancamnya mereka dengan siksa api neraka yang sangat pedih. Rasul juga telah menyebut mereka dan mengancam mereka. Sebagian sahabat telah diberitahu nama-nama mereka dan tanda-tandanya. Sunnah dan Syi'ah sepakat untuk melaknat dan menjauhkan diri dari mereka. Tambah satu lagi. Ada kelompok sahabat yang sangat istimewa, lantaran kekerabatan mereka dengan nabi, ketinggian akhlak dan kemurnian jiwa yang dimiliki dan kekhususan yang telah dikaruniakan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka hingga tiada satupun orang yang dapat menyainginya. Mereka adalah golongan AhlulBait yang telah dibersihkan oleh Allah dari segala dosa dan disucikan mereka sesuci-sucinya (QS.AlAhzab:33); diwajibkan kepada kaum muslimin untuk bersalawat pada mereka sebagai mana juga pada Rasul; mereka disertakan sebagai golongan yang wajib diberikan khumus (QS.AlAnfaal:41); diwajibkan kepada orang-orang Islam untuk mencintai mereka sebagai imbalan dari Risalah Muhammad (QS.AsySyuura:23); sebagai ulul amri yang wajib dipatuhi (QS.AnNisa:59); sebagai orang-orang yang rusukh didalam ilmu pengetahuan dan arif dalam mentakwil AlQuran serta membedakan antara yang mutasyabih dengan yang muhkam (QS.AliImran:7); sebagai AhlZikr yang dijadikan oleh Rasul sebagai pendamping AlQuran dan wajib berpegang teguh kepadanya seperti dalam hadis as-saqalain (lihat Kanzul Ummal[1:44]); Musnad Ahmad (5:182); sebagai Bahtera Nabi Nuh sehingga siapa yang mengikutinya akan selamat dan yang tinggal akan tenggelam (lihat Mustadrak al-Hakim 3:151; Sawwaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Hajar hal.184dan234). Para sahabat mengetahui kedudukan AhlulBait, menghormati bahkan mentakzimkan mereka. Dan Syi'ah ikut jejak mereka serta mendahulukan mereka atas semua sahabat. Dalam hal ini kelompok Syi'ah memegang nash-nash yang tak terbantahkan. Sementara Ahlu Sunnah Wal Jamaah walaupun mereka menghormati, mengutamakan dan mentakzimkan AhlulBait, namun mereka tidak menerima adanya klasifikasi sahabat seperti ini. Mereka tidak menganggap orang-orang munafik sebagai bagian dari sahabat. Bagi mereka sahabat adalah manusia yang paling baik setelah Nabi SAWW. Apabila ada pembagian, maka pembagiannya disisi lain, seperti kelompok sahabat tingkatan as-Sabiqunal-Awwalun, yang mula pertama masuk agama Islam; kelompok sahabat yang menderita karena agama Islam dan seterusnya. Empat Khulafa' Rasyidin adalah pada tingkatan yang pertama, kemudian menyusul enam sahabat lain yang telah dijamin surga, seperti yang tertulis dalam sejumlah riwayat. Itulah kenapa ketika mereka bershalawat kepada Nabi dan AhluBaitnya maka mereka juga akan menyebut nama para sahabat secara keseluruhan, seperti Wa AlaAlihi Wa Sahbihi Ajmai'n. Demikianlah yang kuketahui dari ulama-ulama Ahlu Sunnah Wal Jamaah seperti juga yang kudengar dari para ulama Syi'ah perihal sahabat ini. Hal ini telah mendorongku untuk menelaah secara rinci segala sesuatu yang berkaitan dengan sahabat. Aku berjanji kepada Tuhanku untuk menghindari segala jenis fanatic medan sikap emosional agar dapat benar-benar objektif dalam menilai pendapat kedua mazhab ini. Kemudian mengambil yang terbaik darinya. Bahan pertimbangan yang kugunakan dalam hal ini adalah: Pertama, Kaidah mantik (logika) yang benar. Yakni aku tidak akan berpegang kecuali pada apa yang telah disepakati oleh kedua mazhab ini, dalam menafsirkan Kitab Allah dan SunnahNabiyangshahih. Kedua, Akal sehat. Ia adalah nikmat Allah yang paling besar pada ummat manusia. Karenanya maka manusia dimuliakan dan diutamakan diatas segenap makhluk yang lain. Bukankah Allah SWT menyeru manusia untuk berpikir ketika berhujjah dengan mereka. FirmanNya "Apakah kalian tidak berfikir?", "Apakah mereka tidak memahami?", "Apakah mereka tidak meneliti?", "Apakah mereka tidak melihat?" dan lain sebagainya. Prinsip telaahku juga harus Islami. Yakni beriman kepada Allah, para malaikatNya, para RasulNya, kitab-kitabNya dan bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya dan hanya Islam sebagai Din yang sah disisi Allah SWT. Aku tidak akan merujuk kepada sahabatan apun kendati ia memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi; atau memiliki  kedudukan yang tinggi. Aku bukan dari pengikut Bani Umaiyah atau Bani Abbasiah atau Fatimiah atau Sunnah ataupun Syi'ah. Tapi aku juga tidak menyimpan rasa permusuhan dengan Abu Bakar, Umar, Utsman atau Ali bahkan Wahsyi pembunuh Sayyidina Hamzah sekalipun selama dia telah ikut agama Islam. Bukankah Islam mengampuni segala apa yang telah berlalu dialam kekufuran dan Rasul juga telah memaafkannya? Karena aku telah bertekad untuk mengkaji secara mendalam agar dapat sampai pada suatu kebenaran; dan karena aku telah mengambil keputusan untuk membebaskan pikiranku dari segala ikatan maka aku memulai penelitianku berkenaan dengan sahabat dengan penuh tawakkal dan mengharap berkat dari sisi Allah SWT.
 

Perdamaian Hudaibiyah dan Sahabat

Singkat ceritanya adalah sebagai berikut:

Pada tahun keenam hijriah Rasulullah bersama seribu empat ratus para sahabatnya keluar dari Madinah dengan tujuan umrah. Diperintahkannya para sahabat menyarungkan pedangnya masing-masing. Mereka berihram di ZilHulaifah dan membawa binatang korban agar orang-orang Quraisy tahu bahwa mereka datang untuk umrah bukan untuk perang. Karena sifat angkuhnya, orang-orang Quraisy tidak mau kelak ada penduduk Arab mendengar bahwa Muhammad telah masuk ke Mekah dan memecahkan benteng mereka. Diutusnya serombongan delegasi yang diketuai oleh Suhail bin A'mr bin Abdu Wud al-A'miri agar meminta Nabi kembali ke tempat asalnya. Tahun depan mereka akan diizinkan untuk umrah selama tiga hari. Orang-orang Quraisy juga meletakkan syarat yang berat yang kemudian diterima oleh Nabi berdasarkan kemaslahatan yang dilihatnya dan wahyu Allah kepadanya.
Namun sebagian sahabat tidak senang dengan sikap Nabi seperti ini. Mereka menentangnya dengan keras. Umar bin Khattab datang dan berkata: "Apakah benar bahwa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya?" "Ya", jawab Nabi. "Bukankah kita dalam hak dan musuh kita dalam batil?" "Ya". Sahut Nabi. "Lalu kenapa kita hinakan agama kita? "Desak Umar. "Aku adalah Rasulullah. Aku tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah penolongku. "Jawab Nabi.
"Bukankah engkau mengatakan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Rumah Allah dan bertawaf disana?" "Ya. Tetapi apakah aku katakana kepadamu pada tahun ini juga? "Tanya Nabi. "Tidak". Jawab Umar.
"Engkau akan datang kesana dan tawaf disekitarnya. "Kata Nabi mengakhiri.
Kemudian Umar datang kepada Abu Bakar dan bertanya:
"Wahai Abu Bakar! Benarkah bahwa dia adalah seorang Nabi yang sesungguhnya?" "Ya"Jawab Abu Bakar.
Kemudian Umar mengajukan pertanyaan serupa kepada Abu Bakar dan dijawab dengan jawaban yang serupa juga. "Wahai saudara!" Kata Abu Bakar kepada Umar. "Beliau adalah Rasul Allah yang sesungguhnya. Beliau tidak melanggar perintah-Nya dan Dialah Penolongnya. Maka percayalah padanya. "Usai Nabi menulis piagam perdamaian, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Hendaklah kalian sembelih binatang-binatang korban yang kalian bawa itu dan cukurlah rambut kalian. "Demi Allah tidak satu sahabatpun berdiri mematuhi perintah itu sampai Nabi mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ketika dilihatnya mereka tidak mematuhi perintahnya Nabi masuk kedalam kemahnya dan keluar kembali tanpa berbicara dengan siapapun. Beliau sembelih korbannya dengan tangannya sendiri lalu memanggil tukang cukurnya kemudian bercukur. Melihat ini para sahabat kemudian menyembelih juga korban mereka, kemudian saling mencukur sehingga hampir-hampir mereka saling berbunuhan. (Lihat buku-buku sejarah dan sirah. Juga lihat Shahih Bukhari dalam Babas-Syuruthi Jihad 2:122; juga Shahih Muslim Bab Sulhul Hudaibiyah Jil.2)
Demikianlah kisah Perdamaian Hudaibiyah yang disepakati oleh Sunnah dan Syi'ah secara singkat. Para ahli sejarah dan Sirah seperti Thabari, Ibnul Athir dan Ibnu Sa'ad menuliskan cerita ini pada buku mereka masing-masing. Begitu juga Bukhari dan Muslim. Membaca kisah seperti ini aku sempat terdiam dan berhenti. Tidak mungkin cerita seumpama ini tidak menimbulkan sembarang pertanyaan atas sikap para sahabat terhadap Nabi mereka seperti itu. Apakah seorang yang berpikir waras akan dapat menerima ucapan orang yang mengatakan bahwa semua sahabat Nabi r.a. telah mematuhi seluruh perintah Nabi dan melaksanakannya. Bukti sejarah ini menafikan kebenaran ucapan seperti itu.
Dapatkah seseorang yang berpikir rasional menilai bahwa sikap seperti itu terhadap Nabi adalah hal yang kecil, atau dapat diterima atau dimaafkan?
Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikankamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. "(QS.An-Nisa:65)
Dalam peristiwa ini apakah Umar tidak merasa berat dalam menerima keputusan Nabi SAWW ataukah dia bersikap ragu-ragu terhadap perintahN abi, khususnya ketika dia berkata: "apakah engkau benar-benar Nabi Allah yang sesungguhnya? Bukankah engkau berkata kepada kami..." dan seterusnya. Apakah Umar juga menerima jawaban Nabi yang memuaskan itu? Tidak. Dia tidak puas dengan jawaban Nabi lalu pergi kepada Abu Bakar mengajukan pertanyaan yang serupa. Apakah dia menerima jawaban Abu Bakar dan nasihatnya agar mematuhi perintah Nabi? Tidak tahu aku apakah dia terima lantaran jawaban Abu Bakar atau jawaban Nabi! Kalau tidak kenapa dia berkata terhadap dirinya,"Lalu aku telah lakukan beberapa perkara yang..."Hanya Allah dan RasulNya saja yang tahu apa yang dilakukan oleh Umar. Dan aku juga tidak tahu sebab keengganan sahabat-sahabat lain atas perintah nabi setelah itu ketika Nabi berkata: "Sembelihlah binatang korban kalian dan cukurlah rambut kalian! "Tidak satupun dari mereka mendengar perintah Nabi ini hingga beliau terpaksa mengulanginya tiga kali tanpa ada kesan.
Subhanallah! Aku hampir-hampir tidak percaya apa yang kubaca ini. Apakah sampai tahap ini para sahabat bersikap terhadap perintah Nabi? Jika cerita ini diriwayatkan hanya oleh golongan Syi'ah saja, maka aku akan katakana bahwa ini adalah tuduhan Syi'ah kepada para sahabat yang mulia. Permasalahnya sedemikian terkenal dan benar hingga semua ahli hadis Ahlu Sunnah Wal Jamaah meriwayatkannya dalam buku mereka masing-masing. Dan karena aku telah berjanji untuk menerima apa yang telah disepakati, maka aku tidak ada pilihan kecuali menerima dan bingung. Apa yang harus kukatakan? Dengan apa aku harus "maafkan" sikap sejumlah sahabat yang telah hidup bersama Nabi selama hampir dua puluh tahun, dari awal Bi'thah sampai periode Perdamaian Hudaibiyah dimana mereka telah saksikan berbagai mukjizat dan cahaya kenabian. AlQuran juga telah diajarkan kepada mereka siang dan malam. Bagaimana seharusnya mereka bersikap dan beradab dihadapan baginda Nabi SAWW, dan bagaimana cara berbicara dengannya. Allah pernah mengancam untuk menggugurkan amal-amal baik mereka apabila suara mereka diangkat lebih keras melebihi suara Nabi. Aku berandai bahwa Umar bin Khattablah yang mempengaruhi sahabat-sahabat lain untuk mengabaikan perintah Nabi. Hal ini dapat dilihat lewat pengakuannya bahwa dia telah melakukan beberapa perkara yang tidak mau disebutnya; atau sebagian ucapannya yang berkata: "Aku terus berpuasa, bersedekah, sembahyang dan membebaskan hamba sahaya karena takutkan akan kata-kataku yang kuucapkan itu..."dan sebagainya seperti yang tercatat dalam berbagai buku.(lihat As-Sirahal-Halabiyah bab Sulhul Hudaibiyah 2:706) Bukti ini menunjukkan bahwa Umar sendiri sebenarnya mengetahui implikasi sikapnya seperti itu. Suatu cerita yang aneh dan ajaib, tetapi benar dan nyata.

Tragedi Hari Kamis dan Sahabat

Berikut ini adalah uraian peristiwa secara ringkas:

Tiga hari menjelang wafatnya Nabi SAWW para sahabat berkumpul dirumah Rasul SAWW. Nabi yang mulia memerintahkan mereka untuk mengambil kertas dan dawat agar dituliskan kepada mereka suatu wasiat yang akan memelihara mereka dari kesesatan. Namun para sahabat berselisih. Sebagian mereka enggan mematuhinya dan bahkan menuduhnya telah meracau sampai Nabi marah sekali dan mengusir mereka dari rumahnya tanpa menuliskan apa-apa. Perinciannya adalah sebagai berikut:
Ibnu Abbas berkata: "Hari Kamis, oh hari Kamis. Waktu Rasul merintih kesakitan, beliau berkata, mari kutuliskan untuk kalian suatu pesan agar kalian kelak tidak akan tersesat. Umar berkata bahwa Nabi sudah terlalu sakit sementara AlQuran ada disisi kalian. Cukuplah bagi kita Kitab Allah. Orang yang berada dalam rumah berselisih dan bertengkar. Ada yang mengatakan berikan kepada Nabi kertas agar dituliskannya suatu pesan dimana kalian tidak akan tersesat setelahnya. Ada sebagian lain berpendapat seperti pendapatnya Umar. Ketika pertengkaran disisi Nabi semakin hangat dan riuh Rasulpun lalu berkata, 'Pergilah kalian dari sisiku! 'Ibnu Abbas berkata: 'Tragedi yang paling menyayat hati Nabi adalah larangan serta pertengkaran mereka dihadapan Rasul yang ingin menuliskan suatu pesan untuk mereka. '11Peristiwa ini benar-benar terjadi. Para ulama, ahli hadis dan ahli sejarah Syi'ah dan Sunnah mencatat riwayat ini dalam buku-buku mereka. Dan ini harus kuterima lantaran ikrarku dan janji yang telah kubuat. Disini juga aku merasa sangat heran atas sikap yang ditunjukkan oleh Umar terhadap perintah Nabi SAWW. Perintah apa? Sebuah perintah yang akan menyelamatkan ummat ini dari kesesatan. Tidak syak lagi bahwa wasiat tersebut menyirat sesuatu yang baru bagi kaum muslimin dan akan menghapuskan segala keraguan yang ada dalam diri mereka. Kita tinggalkan pendapat Syi'ah yang berkata bahwa Nabi sebenarnya ingin menuliskan nama Ali sebagai khalifahnya lalu Umar lebih cerdik dan segera melarangnya. Karena tafsiran mereka seperti ini tidak dapat kita terima sejak awal. Tetapi apakah kita mempunyai tafsiran lain yang logis dari peristiwa yang menyakitkan hati ini, sampai Nabi marah dan mengusir mereka dari kamarnya. Bahkan menyebabkan Ibnu Abbas sedemikian banyaknya menangis sehingga membasahi tanah. Beliau menyebut peristiwa ini sebagai tragedy yang paling besar. Ahlu Sunnah juga berkata bahwa Umar melakukan semua itu justru karena dia merasakan penderitaan Nabi dan tidak ingin membebankannya lebih banyak. Namun tafsiran seperti ini tidak dapat diterima hatta oleh orang awam, apalagi orang-orang yang alim. Aku berkali-kali berusaha mencari alasan untuk memaafkan Umar, tetapi realitas kejadian enggan menerimanya, sekalipun kalimat"yahjur"(meracau) telah diganti oleh perawi (semoga Allah melindungi kita) dengan kalimat"ghalabahulwaja' "(karena terlalu sakit). Kita juga masih tidak akan dapat menemukan alasan apologis lain atas kata-kata Umar, "'Indakum AlQuran"(disisi kalian ada AlQuran) dan "Hasbuna Kitabullah"(cukup bagi kami Kitab Allah). Apakah beliau lebih arif tentang AlQuran dari pada Nabi yang telah menerimanya, atau Nabi tidak sadar apa yang diucapkannya?(Semoga Allah melindungi kita). Atau Nabi ingin meniupkan api perpecahan dan pertengkaran dengan perintahnya ini? Astaghfirullah! Kalau memang tafsiran AhluSunnah ini benar, maka Rasululllah akan tahu niat baik Umar ini dan akan berterimakasih padanya. Bahkan beliau akan lebih mendekatkannya dari pada harus marah dan berkata,"Keluarlah kalian dari kamarku!"
Aku juga ingin bertanya kenapa mereka ikut perintah Nabi ketika mereka diusir keluar dari kamarnya dan tidak berkata bahwa Nabi tengah meracau. Sungguh mereka telah berhasil dalam rencana mereka dalam menghalangi Nabi dari menuliskan surat wasiat tersebut. Itulah kenapa tiada sebab mereka harus terus berada disana. Bukti bahwa mereka bertengkar dihadapan Nabi dan terbagi kepada dua golongan adalah kalimat riwayat yang tertulis"...Ada yang berkata dekatkan kepada Rasulullah apa yang dimintanya agar dituliskannya untuk kalian pesanan itu; dan ada sebagian lagi yang berkata seperti kata-katanya Umar, yakni Nabi tengah meracau. "Peristiwa ini tidak sesederhana seperti yang dibayangkan, dimana hanya Umar yang terlibat. Seandainya demikian maka Nabi akan memarahinya dan akan berkata bahwa dirinya tidak mengucapkan sesuatu mengikut hawa nafsunya; dan beliau tidak meracau didalam membimbing ummat ini. Namun masalahnya lebih serius dari itu. Beliau merasakan bahwa Umar bersama sahabat-sahabatnya telah bersepakat sebelum itu. Lantaran kesepakatan itu kemudian mereka bertengkar dan berselisih dihadapan Nabi sampai mereka lupa atau pura-pura lupa dengan firman Allah SWT, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi. Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagai mana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur (pahala) amalmu sedangkan kamu tidak menyadari"(QS.Al Hujuraat:2)
Dalam peristiwa ini mereka juga telah melampaui batas "meninggikan suara" dan "berkata keras". Mereka bahkan telah mengatakan bahwa Nabi telah meracau (semoga Allah melindungi kita). Lalu bertengkar ramai dan hiruk-pikuk dihadapannya. Aku hampir memastikan bahwa kebanyakan yang hadir berpihak pada Umar. Karena itu maka Rasulullah melihat kemaslahatan untuk tidak menuliskan isi wasiatnya. Nabi juga tahu bahwa mereka sudah tidak menghormatinya dan tidak patuh pada perintah Allah atas haknya sebagai Nabi dimana kaum muslimin dilarang berkata kasar dan keras dihadapannya. Nah, jika mereka enggan patuh pada perintah Allah apalagi pada perintah Rasul-Nya SAWW. Kebijaksanaan Rasul untuk tidak menuliskan wasiat itu adalah karena (penolakan seperti itu) merupakan sebuah celaan baginya dimasa hidupnya; maka bagaimana pula nantinya setelah wafatnya. Kelak orang-orang yang mencelanya akan berkata bahwa Nabi saat itu sedang meracau. Mungkin juga mereka akan meragukan sebagian dari hokum yang disyariatkan Nabi pada masa sakitnya itu juga atas keyakinan mereka bahwa Nabi sedang meracau. Aku mohon ampunan Allah dari ucapan seperti ini terhadap Nabi utusan Allah. Bagaimana aku dapat meyakinkan diriku bahwa Umar bin Khattab tidak bermaksud sungguh-sungguh ketika mengucapkan itu. Padahal sebagian sahabat yang hadir menangis dalam kejadian ini hingga air matanya membasahi tanah dan dikatakan sebagai tragedy Hari Kamis. Aku berkesimpulan untuk menolak setiap alasan yang diajukan untuk menjustifikasi kejadian itu; dan berusaha juga untuk mengingkarinya secara total agar hati ini dapat tenteram. Tetapi kebenarannya. Aku lebih condong kepada pendapat Syi'ah dalam menafsirkan kejadian ini, karena tafsirannya rasional dan mempunyai bukti yang kuat. Aku masih teringat jawaban Sayed Muhammad Baqir Sadr ketika kutanya bagaimana Sayyidina Umar- dari segenap sahabat-dapat mengerti maksud Nabi yang ingin menjadikan Ali sebagai khalifahnya seperti yang kalian duga. Bukankah ini adalah bukti kepandaiannya? Sayed Sadr menjawab: "Bukan Umar sendiri yang tahu maksud Rasul. Semua yang hadir juga tahu. Karena sebelum itu beliau juga pernah berkata kepada mereka, "Kutinggalan kepada kalian dua peninggalan yang besar (tsaqalain): Kitab Allah dan itrah AhlulBaitku. Jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya "Pada saat sakitnya Nabi berkata kepada mereka, "Biar kutuliskan kepada kalian suatu pesan dimana kalian tidak akan tersesat selama-lamanya "Semua yang hadir termasuk Umar tahu maksud Nabi yang ingin menegaskan secara tertulis apa yang diucapkannya di Ghadir Khum sebelum itu: yakni berpegang teguh pada Kitab Allah dan Itrah AhluBaitnya. Dan penghulu itrah adalah Ali. Jadi seakan-akan Nabi ingin berkata, "Berpeganglah kalian kepada AlQuran dan Ali. "Ucapan-ucapan seperti ini pernah dikatakannya juga diberbagai tempat yang lain seperti yang diungkapkan oleh sejumlah ahli hadis. Mayoritas Quraisy tidak suka dengan Ali, karena beliau adalah yang paling muda, yang pahlawannya. Tetapi mereka tidak berani menentang Nabi ke tahap yang pernah terjadi pada Perdamaian Hudaibiyah; atau ketika Nabi menshalatkan jenazah Abdullah bin Ubai, seorang munafik; dan dalam berbagai kejadian yang telah dicatat oleh sejarah. Sikap seperti ini, seperti yang Anda lihat dalam penentangan mereka atas penulisan wasiat disaat-saat akhir hayatnya, menimbulkan keberanian kepada yang lain untuk menentang dan bertengkar dihadapan baginda Nabi. Kata-kata "AlQuran sudah ada disisi kalian "atau" cukuplah bagi kita Kitab Allah", adalah bantahan yang nyata kepada maksud Hadis yang menyuruh mereka berpegang kepada Kitab Allah dan Itrah AhlulBait Nabi. Seakan maksud bantahan itu begini: "Cukuplah bagi kami Kitab Allah dan tidak perlu kepada Itrah". Selain ini tidak ada penafsiran lain yang dapat diterima, melainkan kalau kita katakana bahwa maksudnya adalah taat pada Allah tanpa perlu taat pada Rasul. Hal demikian sudah pasti salah dan tak dapat diterima. Apabila kubuang jauh-jauh rasa fanatisme buta dan sikap emosi yang negative serta dapat berpikir secara rasional dan objektif maka aku harus terima penafsiran seperti ini bahwa Umarlah orang pertama yang menolak Sunnah Nabi dengan kata-katanya, "Cukuplah bagi kita Kitab Allah".
Jika sebagian penguasa menolak Sunnah Nabi karena alasan "kontradiktif", sebenarnya ia hanya ikut pengalaman sejarah kehidupan kaum muslimin sebelumnya. Aku juga tidak mengatakan bahwa Umar adalah satu-satunya orang yang bertanggungjawab atas tragedy ini sehingga ummat kehilangan bimbingan yang sepatutnya diterimanya. Untuk lebih adil harus kukatakan bahwa ada sahabat lain yang bersamanya dan mempunyai pendapat seperti pendapatnya Umar. Mereka menyebelahi Umar didalam sikapnya yang menentang perintah Nabi SAWW.
Aku merasa agak aneh pada mereka yang membaca peristiwa ini kemudian menganggap nyaringan yang seakan tidak menyirat sebuah implikasi yang besar. Padahal ia adalah tragedy yang paling besar seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas. Lebih aneh lagi adalah usaha mereka yang coba menjaga kemuliaan seorang sahabat dan membenarkan perbuatan salahnya dengan mengorbankan kemuliaan Rasulullah dan prinsip-prinsip Islam.
Kenapa kita harus lari dari suatu fakta dan berusaha menguburkannya ketika ia tidak sejalan dengan kehendak kita? Kenapa kita tidak menerima kenyataan bahwa para sahabat sebenarnya adalah manusia biasa seperti kita juga. Mereka punya hawa nafsu, kehendak dan keinginan serta bisa benar dan salah. Bagaimanapun rasa aneh ini akhirnya hilang ketika kubaca Kitab Allah yang mengisahkan kepada kita kisah-kisah para Nabi as dan penderitaan yang mereka alami karena sikap ummatnya yang menentang, kendatipun telah mereka saksikan berbagai mukjizat. Ya Allah, jangan Kau palingkan hati kami setelah Kau berikan kepada kami hidayah-Mu. Karuni akan kepada kami dari sisi-Mu rahmat-Mu. Sesungguhnya Kau Maha Pemberi. Aku mulai mengerti latar belakang sikap Syi'ah terhadap Khalifah Kedua yang dikatakan sebagai penanggungjawab terbesar atas segala tragedy yang terjadi dalam kehidupan kaum muslimin sejak Tragedi Hari Khamis dimana penulisan wasiat yang kelak akan menyelamatkan ummat manusia dari kesesatan itu dihalangi. Harus kita akui bahwa seorang yang berpikir rasional, dimana sebuah kebenaran diketahuinya bukan lantaran seseorang tokoh, akan mudah memahami sikap Syi'ah seperti ini. Namun bagi mereka yang tidak tahu kebenaran melainkan karena tokoh tertentu, maka pembicaraan ini tidak akan bermanfaat pada mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentarnya dong...