Di awal subuh 19 Ramadhan 40 Hijriah, terlantun suara azan yang merdu di sudut - sudut kota Kufah. Di sebuah sisi jalan, terdengar langkah kaki perlahan berjalan menuju sebuah mesjid. Setelah memasuki mesjid, sosok itu membangunkan orang-orang yang tertidur di dalamnya sambil berkata, “Ayuhan naas, assholah”, wahai manusia, waktu sholat telah tiba bangkitlah!
Sosok itu adalah Amirul Mukminun, Imam Ali as.
Namun subuh terasa sangatlah berbeda. Semua terasa hening, Khusu'. Kemudian beliau memulai sholatnya. Ketika Imam Ali bangun dari rukuknya dan kembali
merunduk sujud, seluruh jamaah pun mengikutinya kecuali seorang yang
berdiri tepat di belakang Ali as. Sekelbat, Ibnu Muljam (semoga laknat
Allah tercurah padanya) melancarkan serangannya. Ia menghujamkan
sebilah pedang ke kepala Imam Ali dan pedangnya membelah
bagian tengah kepala mulia Ali as dan jenggot mulia beliau bersimbahkan
darah yang keluar dari kepala yang terbelah oleh pedang. Seketika darah segar pun terpancar mengenangi
mihrab, namun Imam tak juga beranjak dari sujudnya dan terus tenggelam
dalam dzikir dan shalatnya , dan suara
sucinya terdengar keras: “Bismillah wa billah wa ala millati Rasulillah,
fuztu wa rabbil Ka’bah”. Dengan nama Allah, dan demi Allah, dan atas agama dan ajaran Rasulullah, aku telah jaya (menang, bebas) dan demi Tuhan Ka’bah.
Tak lama setelah itu, Ibnu Muljam, lelaki yang
berusaha membunuh Imam Ali as itu pun segera ditangkap dan di bawa ke
hadapan Imam. Namun, Amirulmu'minin kepada putranya, Imam Hasan as
berkata, "Kita adalah ahlul bait yang pengasih. Berilah makan dan
minumanmu padanya. Jika aku pergi dari dunia ini, Qisas-lah dia, dan
jika tidak aku lebih tahu apa yang mesti kulakukan terhadapnya dan lebih
pantas bagiku untuk memaafkannya.
Putra Imam Ali as, Muhammad Hanifah dalam kesaksiannya menuturkan, "Di malam 21 Ramadhan, ayahku meninggalkan anak-anak dan ahlul baitnya. Tak lama sebelum beliau syahid, ia berkata, "Maut bagiku bukanlah tamu yang tak diundang dan asing. Perumpamaan antara aku dan maut, laksana lelaki yang haus yang menemukan air setelah lama mencari dan bagaikan seseorang yang menemukan kembali barang berharganya yang telah lama hilang".
Pelita kehidupan seorang manusia agung yang menjadi simbol keadilan dan penentang kezaliman padam di Malam 21 Ramadhan. Imam Ali as pergi ke haribaan ilahi di saat ia berada dalam detik-detik terindah pertemuan seorang hamba dengan Tuhannya. Setelah mengebumikan Imam Ali as, dengan nada duka, Imam Hasan as berkata, "Semalam, seorang manusia telah pergi meninggalkan dunia. Ia adalah manusia paling agung di antara para pemimpin Islam dan tak ada yang sebanding dengannya kecuali Rasulullah saw. Ia adalah satu satunya manusia yang lahir di dalam baitullah. Ia berjihad di sisi Rasulullah saw dan membawa bendera Nabi sementara Jibril dan Mikail selalu menolongnya. Ia pergi menuju ke haribaan ilahi di malam turunnya Al-Quran kepada Rasulullah saw. Tak ada harta, dinar atau dirham yang ditinggalkan ayahku kecuali uang 70 dirham yang disisihkannya untuk keluarga".
Putra Imam Ali as, Muhammad Hanifah dalam kesaksiannya menuturkan, "Di malam 21 Ramadhan, ayahku meninggalkan anak-anak dan ahlul baitnya. Tak lama sebelum beliau syahid, ia berkata, "Maut bagiku bukanlah tamu yang tak diundang dan asing. Perumpamaan antara aku dan maut, laksana lelaki yang haus yang menemukan air setelah lama mencari dan bagaikan seseorang yang menemukan kembali barang berharganya yang telah lama hilang".
Pelita kehidupan seorang manusia agung yang menjadi simbol keadilan dan penentang kezaliman padam di Malam 21 Ramadhan. Imam Ali as pergi ke haribaan ilahi di saat ia berada dalam detik-detik terindah pertemuan seorang hamba dengan Tuhannya. Setelah mengebumikan Imam Ali as, dengan nada duka, Imam Hasan as berkata, "Semalam, seorang manusia telah pergi meninggalkan dunia. Ia adalah manusia paling agung di antara para pemimpin Islam dan tak ada yang sebanding dengannya kecuali Rasulullah saw. Ia adalah satu satunya manusia yang lahir di dalam baitullah. Ia berjihad di sisi Rasulullah saw dan membawa bendera Nabi sementara Jibril dan Mikail selalu menolongnya. Ia pergi menuju ke haribaan ilahi di malam turunnya Al-Quran kepada Rasulullah saw. Tak ada harta, dinar atau dirham yang ditinggalkan ayahku kecuali uang 70 dirham yang disisihkannya untuk keluarga".
Inna lillah wainna ilahi rajiuun........
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentarnya dong...